A. Jenis Puisi
Puisi “PAHLAWAN TAK DIKENAL” karangan Toto Sudarto Bachtiar merupakan puisi periode 1953 – 1961. Puisi yang ditulis Toto Sudarto Bachtiar ini termasuk puisi diafan. Kata dan kalimat yang digunakan mudah dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca lebih mudah menangkap inti sari atau isi puisi PAHLWAN TAK DIKENAL ini. Untuk diketahui, Toto Sudarto Bachtiar dalam menyusun puisi ini memudahkan pembaca memahami bahkan mengambil makna yang terkandung dalam puisi ini.
Puisi “PAHLAWAN TAK DIKENAL” selain merupakan jenis puisi diafan juga merupakan jenis puisi ide. Hal itu dapat dilihat dari adanya ide atau gagasan yang dibawa oleh Toto Sudarto Bachtiar dalam menulis puisi ini. Dengan membaca puisi ini pembaca akan dapat mengetahui bahwa puisi ini mempunyai ide atau gagasan yang mendasari penyusunanya. Ide yang ingin disampaikan pengarang lewat puisi ini adalah kecintaan terhadap tanah air. Kita sebagai warga negara harus dapat berpikir untuk dapat memberikan yang terbaik demi kemerdekaan atau kemajuan negeri tercinta Indonesia.
B. Bahasa
Puisi karangan Toto Sudarto Bachtiar ini sangat enak dibaca dan dipahami. Bahasa yang dipakai pengarang untuk menuangkan pikiran dan idenya sangat indah. Hal itu dapat kita lihat ketika membaca judul dari puisi ini “PAHLAWAN TAK DIKENAL”, ketika pembaca mulai membaca dan memahami dari judul saja, pembaca akan merasa tertarik untuk melanjutkan pembacaanya. Puisi ini juga tergolong ringan dalam artian pembaca tidak perlu pusing untuk memahami isi dari puisi karangan Toto Sudarto Bachtiar ini.
Ketika pembaca melihat dan membaca puisi ini, pembaca akan menangkap bahwa puisi ini termasuk puisi perjuangan khususnya untuk mengenang peristiwa sejarah yakni 10 November.
Dalam bait pertama :
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Jelas bahwa pemakaian bahasa yang digunakan Toto Sudarto Bachtiar sangat indah, lugas, dan menarik. Dari contoh bait pertama, pembaca dapat merasakan bahasa-bahasa yang dipilih atau pilihan katanya mudah dipahami dan menutun pembaca untuk segera menyelesaikan pembacaanya sampai bait terakhir. Dalam puisi ini tidak ada kata, frasa, kalimat yang susah dipahami. Selain itu puisi ini juga ditulis dengan bahasa baku sehingga menambah mudah dalam pemahamanya.
C. Tipografi
Secara garis besar atau keseluruhan puisi karya Toto Sudarto Bachtiar ini terdapat 5 bait yang masing-masing bait terdiri atas 4 baris. Toto Sudarto Bachtiar sangat konsisten dalam menyusun kalimat tiap-tiap bait. Tiap baris dalam paisi ini terdiri atas 4 –9 kata yang strukturnya sangat konsisten. Toto Sudarto Bachtiar juga sangat konsisten dalam penggunaan huruf kapital. Dapat dilihat dalam puisi tersebut pengarang menggunakan huruf kapital pada setiap awal baris pada seluruh puisi. Hal ini menunjukan bahwa Toto Sudarto Bachtiar sangat teguh dan konsisten dalam penggunan jumlah baris, bait bahkan pemakaian huruf kapital dalam menulis judul puisi ini, semua menggunakan huruf kapital untuk memudahkan pembaca dalam pembacaanya. Hal ini juga dimaksudkan agar pembaca dapat dengan jelas memahami judul puisi ini.
Bait pertama dst.
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur sayang,
Sebuah lubang peluru besar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Terlihat bahwa pengarang konsisten sekali dalam hal tipografi. Pengarang memakai penulisan urut dari samping kiri, hal ini juga sama dengan bait-bait berikutnya.
Tipografi yang menonjol lainnya yakni pemisahan antar bait, pengarang menyusun karya ini dengan menulis 4 baris 4 baris pada tiap–tiap bait. Hal ini dimaksudkan agar pembaca tidak merasa jenuh dan memudahkan dalam pembacaanya. Sekilas kita lihat puisi karya Toto Sudarto Bachtiar ini sangat rapi dikarenakan tipoografinya sangat konsisten dan pembaca merasa mudah dan tertarik untuk membacanya.
D. Enjambemen
Dalam bait pertama:
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur sayang,
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
• Kita perhatikan baris kedua, diakhir baris kedua terdapat tanda ( , ) koma. Tanda ini seakan-akan mempertegas dan memudahkan pembaca dalam memahami pembacaanya. Tanda koma ini menekankan bahwa baris pertama dan kedua terdapat hubungan isi, dapat dituliskan sepuluh tahun yang lalu dia terbaring/tetapi bukan tidur sayang, sebuah lubang peluru bundar di dadanya. Dapat dipahami pengarang meletakan tanda koma diakhir baris kedua agar pembaca dapat dengan mudah menarik makna bahwa seorang pahlawan yang diceritakan dalam puisi ini sudah meninggal.
• Pada baris keempat tanda koma terletak diantara dua klausa “senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang”. Mempertegas bahwa seakan-akan pahlawan yang sudah tiada tersebut ingin mengungkapkan perasaanya, kita sedang perang.
Dalam bait kedua
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lenganya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk sapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tetapi bukan tidur sayang
• Kita perhatikan pada baris keempat, tanda koma terletak diantara dua klausa ”kemudian dia terbaring, tetapi bukan tidur sayang”. Tanda ini juga bersifat menekankan dan memperjelas bahwa pahlawan tersebut sudah meninggal. Terlebih ada klausa yang diulang dari bait pertama baris kedua ke bait kedua baris keempat. Unsur penekanan yang diwakili oleh tanda koma ini dimaksudkan oleh pengasrang agar pembaca dapat memahami dengan mudah makna atau isi puisi ini, khususnya bait pertama dan kedua.
Dalam bait keempat
Hari itu 10 November, hujanpun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tetapi yang nampak wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
• Baris pertama, hari itu 10 November, hujanpun mulai turun. Tanda koma yang terdapat pada baris pertama ini mengisyartkan bahwa pahlawan yang dimaksudkan pengarang dikenang pada peringatan hari pahlawan 10 November, tidak lupa pula tanda koma ini sangat membantu pembaca untuk memahami makna khususnya pada bait keempat baris pertama, ketika peringatan 10 November hujan turun.
• Baris keempat. Mengapa terdapat tanda ( . ) titik di tengah-tengah kalimat?, tanda titik ini dipakai pengarang untuk memberitahukan kepada pembaca bahwa pahlawan yang dikenang pada 10 November tersebut pahlawan yang tidak dikenal yang gugur saat perang.
Dalam bait kelima
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda
• Untuk diketahui bait kelima sama dengan bait pertama, akan tetapi ada sedikit hal yang membedakanya yakni tanda titik dua ( : ) dan klausa setelahnya.
“senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda”.
Mengapa Toto Sudarto Bachtiar mengulang tulisanya kembali di bait kelima dan manambahkan klausa “aku sangat muda” ?
Inti sari karya ini memang termuat dalam bait pertama dan kelima. Pengarang menempatkan tanda titik dua ( : ) diakhir puisinya sebelum “aku sangat muda” mengandung artian bahwa pahlawan yang gugur ketika perang, dikenang pada 10 November yang pada dasarnya pahlawan-pahlwan tersebut masih dalam usia muda.
E. Makna dan Rasa Kata
1. Makna Harfiah / Horistik
Ketika pembaca memulai pembacaanya tanpa memperhatikan makna yang terkandung di dalamnya, makna yang dapat diambil dari karya Toto Sudarpo Bachtiar ini adalah ada seorang pahlawan yang tidak diketahui namanya, dikarenakan dalam judul tertulis pahlawan tak dikenal. Ia sedang berbaring sepuluh tahun lamanya tetapi tidak tidur. Di dalam tubuh pahlwan tersebut terdapat lubang peluru sambil berkata ia sedang perang.
Pahlawan tersebut tidak tahu kapan dia datang dan tidak tahu untuk siapa dia datang, bahkan ia pun memeluk senapan dan terbaring tetapi tidak tidur. Wajah pahlawan tersebut sunyi/sedih setengah tengadah diibaratkan menangkap sepi padang senja tanpa memperhatikan suara menderu. Pahlawan tersebut masih muda. Pada tanggal 10 November yang kebetulan saat itu hujan turun, banyak orang yang memandangnya sambil membawa karangan bunga, tetapi yang nampak wajah-wajah sendiri yansg tidak dikenal.
2. Makna Hermeunitik
Makna hermeunitik adalah makna yang tekandung dalam sebuah karya. Puisi Pahlawan Tak Dikenal karya Toto Sudarto Bachtiar ini mengandung makna/ menceritakan seorang pahlawan yang gugur saat perang. Pahlawan tersebut gugur dalam usia muda. Pengarang menggambarkan pahlawan yang gugur tersebut karena tertembak peluru yang menyarang di dadanya sambil memeluk senapan/senjata dan gugur dalam keadaan bangga (senyum) karena gugur di medan perang untuk membela tanah air.
Pengarang juga menggambarkan bahwa pahlawan yang gugur tersebut merasakan bangga di alam sana. Hal itu ditampilkan pengarang dalam puisi ini pada bait ketiga yakni:
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda
Walaupun pahlawan tersebut gugur dimedan perang pada usia muda, namun kebanggaan tersendiri tertanam di hati pahlawan tersebut. Ia meninggal karena perjuangan demi mempertahankan tanah air. Karena cintanya kepada tanah air, pada tanggal 10 November atau hari pahlawan, banyak peziarah membawa karangan bunga untuk mengenang perjuangan yang sudah dilakukan oleh pahlawan tersebut walaupun tidak bisa mengenal nama satu per satu.
3. Rasa Kata
Pengarang dalam menuangkan idenya lewat kata, kalimat sangat indah dan bersifat denotatif. Denotatif dalam artian makna sebenarnya. Pembaca tidak perlu kesulitan untuk mengartikan satu per satu kata yang dipilih oleh pengarang dalam karya ini. Walaupun bersifat donotatif akan tetapi rasa indah yang dimiliki oleh puisi ini sangatlah terasa.
F. Nada dan Suasana
1. Nada
Dalam karya Toto Sudarto Bachtiar ini, nada sajak sangatlah terasa.pada bait pertama pengarang mengakhiri tiap-tiap kalimat dengan sajak yang sama yakni (ng), walaupun pada baris ketiga diakhiri dengan (a), namun nada pada bait pertama masih terasa sangat indah. Pengarang memilih (ng) untuk mengakhiri tiap-tiap baris dimaksudkan agar pembaca semangat dan merasa senang ketika membaca puisi ini. Penggunaan tanda koma pada baris kedua dan keempat dalam bait pertama juga menambah indahnya peggunaan nada.
Pada bait kedua, keempat barisnya diakhiri sajak (ng) atau dapat dikatakan a-a-a-a, sajak ini juga disesuaikan dengan bait pertama yang juga banyak diakhiri sajak (ng). pada bait selanjutnya pengarangf tidak begitu memperhatikan nada dan sajak, namun indahnya puisi ini masih terasa karena puisi ini termasuk puisi perjuangan yang bersifat semangat.
2. Suasana
Ketika pembaca menyelesaikan pembacaanya, suasana yang didapatkan adalah suasana sedih, hal ini tergambarkan melalui penggunaan kata/pilih kata oleh pengarang. Kita akan merasakan sedih karena ada pahlawan yang gugur di medan perang demi mempertahankan tanah air, meninggal dalam usisa muda dan baru pada saat hari pahlawan, pejuang trsebut dikenang.
G. Pengimajian
Unsur imajinatif dalam puisi ini relatif sedikit. Hal ini dikarenakan pengarang menggunakan kata-kata denotatif yang bersifat lugas. Ada beberapa kata dan kalimat juga dalam karya ini yang perlu dikaji lebih jauh. Pada bait ketiga khususnya.
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sunyi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suasana menderu
Dia masih sangat muda
Pada bait ini pengarang lebih imajinatif, pembaca harus dapat menarik makna yang dimaksudkan oleh pengarang. Wajah sunyi disini tidak dapat diartikan secara denotatif. Akan tetapi pembaca harus mencari makna lain yang sesuai dengan frasa tersebut. Wajah sunyi yang dimaksudkan pengarang yakni wajah seorang pahlawan yang sudah meninggal. Setengah tengadah dapat dimaknai bahwa pahlawan ini gugur dengan hati bangga karena gugur dimedan perang. Kemudian klausa “Menangkap sepi padang senja”, ini juga penggunaan imjinaitif pengarang untuk menghidupkan suasana. Dapat diartikan bahwa pahlawan yang meninggal tersebut identitasnya tidak dikenal, sehingga pengarang menggunakan klausa “menangkap sepi padang senja”.
Baris berikutnya “Dunia tambah beku ditengah derap dan suasana menderu”. Penggunaan majaspun dipakai oleh pengarang untuk mengimajinasikan idenya. Penggunaan majas dimaksudkan agar pembca benar-benar dapat memasuki makna puisi ini dan dapat betapa kasihan seorang pahlawan dalam usia muda sudah gugur di medan perang.
Selain dalam bait ketiga, majas juga digunakan pengarang dalam bait lain, yakni dalam bait pertama. Penggunaan “Senyum bekunya mau berkata”, bait kedua “Kedua lenganya memeluk senapang”. Puisi ini sangat indah dengan adanya penggunaan majas dalam beberapa bait.
Selain penggunaan majas, ada juga hal yang membuat puisi menjadi mengesankan. Seperti kita ketahui, dengan puisinya seorang penyair bukan sekadar memberi tahu tentang sesuatu, seperti yang tertera dalam puisinya, melaikan ingin mengajak pembaca merasakan seperti yang dirasakanya.
Pengimajian tersebut dapat kita deskripsikan.
• Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
(citraan penglihatan, seakan-akan kita dapat melihat, terbayang dalam angan-angan)
• Kedua lenganya memeluk senapang (citraan penglihatan)
• Wajah sunyi setengah tengadah (citraan penglihatan)
• Menangkap sepi padang senja (citraan perabaan)
• Dunia tambah beku di tengah derap dan suasana menderu (citraan perabaan)
H. Ketidaklangsungan ekspresi puisi
Penyair atau sastrawan umumnya sering dikatakan memiliki “bahasa sendiri” yang lain dari bahasa umum. Penilaian itu timbul karena sering dijumpai kata-kata yang tidak biasa digunakan pada umumnya. Dalam puisi PAHLAWAN TAK DIKENAL karya Toto Sudarto Bachtiar ini terdapat beberapa penyimpangan bahasa baik berupa penggantian arti, penyimpangan arti, ataupun penciptaan arti dan hal ini biasa disebut dengan ketidaklangsungan ekspresi puisi.
1. Penggantian Arti
Dalam puisi PAHLAWAN TAK DIKENAL ini, terdapat beberapa kata yang mengalami penggantian arti. Penggantian arti tersebut dimaksudkan oleh pengarang untuk menemukan keindahan dalam sajaknya. Penggantian arti dalam puisi ini dilakukan dengan mempersamakan suatu hal dengan hal yang lain walaupun hal tersebut berlainan seperti yang terdapat dalam bait kedua.
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lenganya memelak senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tetapi bukan tidur sayang
Pada bait kedua baris keempat dalam puisi ini dapat kita lihat penggantian arti dari yang semula gugur atau meninggal oleh pengarang disampaikan dengan “Kemudian dia terbaring, tetapi bukan tidur sayang”. Begitu pula yang terjadi pada bait kelima baris pertama, gugur diperumpamakan dengan “Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring”.
2. Penyimpangan Arti
Penyimpangan arti terjadi karena adanya ambiguitas, kontra diksi dan non sense. Dalam puisi PAHLAWAN TAK DIKENAL ini terdapat beberapa kata yang mengalami penyimpangan arti seperti yang terdapat pada bait ketiga.
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda
Dalam bait ketiga itu dapat kita lihat frasa “wajah sunyi, dan menengkap sepi”, frasa tersebut tidak mempunyai arti secara linguistik atau dapat disebut pula frasa tersebut adalah frasa yang kontradiksi.
3. Penciptaan Arti
Puisi karya Toto Sudarto Bachtiar ini dalam penulisanya menggunakan persajakan yang indah. Dalam membuat persajakan yang indah dalam puisi ini, Toto SudartoBachtiar menggunakan penciptaan arti untuk mendapatkan persajakan yang indah. Sebagai contoh dapat kita lihat pada bait kedua.
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lenganya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tetapi bukan tidur sayang
Pada bait kedua ini dapat kita lihat dimana pengarang ingin membuat persajakan yang sempurna yakni: a-a-a-a. Oleh karena itu, dia menuliskan kata senapan menjadi senapang agar mendapat akhiran “ng” pada tiap barisnya yang pada akhirnya membuat persajakan menjadi a-a-a-a.
I. Kode Sastra
Puisi pahlawan tak dikenal karya Toto Sudarto Bachtiar ini mengandung beberapa nilai/kode sastra. Karya ini, mengisahkan perjuangan seorang pahlawan masih muda yang gugur di medan perang.
1. Budaya
Perjuangan tidak hanya bertempur di medan laga, dulu sebelum tanah air kita merdeka banyak pahlawan rela gugur untuk mempertahankan tanah air. Kita sebagai generasi penerus seharusnya dapat melanjutkan perjuangan lewat memajukan dan meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. Sebagai pelajar atau mahasiswa kita dapat melanjutkan perjuangan dengan belajar giat dengan memperhatikan semangat yang dimiliki oleh pejuang-pejuang kita.
2. Bahasa
Bahasa merupakan tulang punggung karya sastra. Tidak mungkin ada karya sastra jika tidak ada bahasa. Dengan demikian, semua karya sastra indonesia yang tidak mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa tersebut (kecuali dalam hal-hal khusus atau yang memungkinkan) tidak akan dapat dipahami oleh pembacanya.
Menurut kaidah bahasa Indonesia kata pahlawan tak dilenal berarti seorang pejuang/ pahlawan yang namanya tidak diketahui. Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring. Kata terbaring disini dapat diartikan tidur, bisa di atas kasur ataupun diatas lantai. Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang. Kata senyum beku dapat diartikan senyum untuk selama-lamanya. Dapat diartikan bahwa pahlawan yang tidak dikenal meninggal dunia pada waktu perang dengan keadaan bangga.
--------------------------------------------------------------------------
10 jempol untuk mas Saefu Zaman.
BalasHapusTerima kasih... mohon saran perbaikannya...
BalasHapusmohon maaf atas pelecehan yang dilakukan murid saya terhadap karya Anda. dia telah mengumpulkan analisis milik Anda ini untuk diakui sebagai miliknya. mungkin dia berpikir begitu mudahnya membodohi n dan menipu gurunya.
BalasHapusbravo untuk karya Anda... sampah untuk untuk kepicikan murid saya yang telah memplagiatnya. sekali lagi mohon maaf.