PUTUSAN
KONGRES BAHASA INDONESIA KEENAM
Jakarta, 28 Oktober─2 November 1993


Kongres Bahasa Indonesia Keenam, yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta, dari tanggal 28 Oktober sampai dengan tanggal 2 November 1993 dan diikuti oleh 770 peserta dari seluruh Indonesia dan
52 peserta dari luar negeri (Amerika Serikat, Australia, Belanda, Brunei Darussalam, Hongkong, India, Italia, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Malaysia, Republik Rakyat Cina, Rusia, dan Singapura), membahas pokok-pokok masalah sebagai tersebut di bawah ini.


a. Peran Bahasa dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa
(1) Bahasa Indonesia dan Pembangunan Nasional
(2) Bahasa Indonesia dalam Penyelenggaraan Negara
(3) Bahasa Indonesia dalam Penyelenggaraan Pendidikan dan
Kebudayaan
(4) Bahasa Indonesia dalam Kegiatan Keagamaan
(5) Bahasa Indonesia dan Generasi Muda
(6) Bahasa Indonesia dan Peran Wanita
(7) Bahasa Indonesia dan Ketahanan Nasional
(8) Sastra dalam Kehidupan Masyarakat
(9) Bahasa Indonesia Menjelang Tahun 2000
(10) Bahasa Indonesia dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(11) Bahasa dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modern


b. Pengembangan Bahasa dan Sastra
(1) Pengembangan Laras Bahasa dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Modern
(2) Pengembangan Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia
melalui Penerjemahan
(3) Kehidupan Bahasa dan Sastra di Indonesia
(4) Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
(5) Karya Kebahasaan dan Kesastraan sebagai Sarana
Pengembangan Bahasa
(6) Pengembangan Bahasa Indonesia dalam Kaitannya dengan
Bahasa Daerah
(7) Pengembangan Bahasa Indonesia dalam Kaitannya dengan
Bahasa Asing
(8) Penerjemahan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Modem


c. Pembinaan Bahasa dan Sastra
(1) Penyuluhan Bahasa dan Sastra
(2) Peran Organisasi/Masyarakat Profesi dalam Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa
(3) Sumbangan/Peranan Media Massa dalam Pemasyarakatan
Hasil Pengembangan Bahasa dan Sastra
(4) Strategi Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia melalui
Organisasi Profesi
(5) Strategi Pemasyarakatan Hasil Pengembangan Bahasa
(6) Penyuntingan dan Peningkatan Bahasa dan Sastra Indonesia
(7) Penerbitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Modem
(8) Terbitan sebagai Sarana Utama Pemasyarakatan Hasil
Pengembangan Bahasa


d. Pengajaran Bahasa dan Sastra
(1) Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
(2) Pendidikan Sekolah sebagai Jalur Pemasyarakatan Hasil
Pengembangan Bahasa


e. Perkembangan Bahasa Indonesia di Luar Negeri
(1) Perkembangan Pengkajian Bahasa Indonesia di Luar Negeri
(2) Perkembangan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Asing
(3) Peningkatan Peran Pengajar Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Asing
(4) Unsur Budaya Indonesia dalam Materi Pengajaran Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Asing
(5) Perkembangan Bahasa Serumpun
Dengan memperhatikan:
(1) Sumpah Pemuda 1928;
(2) Undang-Undang Dasar 1945 (khususnya Pasal 36 beserta
penjelasannya);
(3) Putusan Kongres Bahasa Indonesia Pertama s.d. Kelima;
(4) Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993;
(5) Pidato Presiden Republik Indonesia pada upacara peringatan
Hari Sumpah Pemuda/Hari Pemuda ke-65, pembukaan
Kongres Pemuda/Komite Nasional Pemuda Indonesia VII, dan
pembukaan Kongres Bahasa Indonesia Keenam pada tanggal
28 Oktober 1993 di Balai Sidang Hilton Jakarta;


f. Makalah-makalah yang Disajikan dan Dibahas
Makalah-makalah yang dsajikan dan dibahas di dalam sidang
paripurna, yaitu:
(1) Laporan Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa
(2) Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan Bangsa oleh
Ir. Azwar Anas, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat
(3) Bahasa dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modern oleh Prof. Dr. B.J. Habibie, Menteri Negara Riset dan
Teknologi
(4) Bahasa Indonesia dalam Dunia Pendidikan oleh Prof. Dr.-Ing.
Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(5) Bahasa Indonesia dalam Penyelenggaraan Negara: Akar dan
Dampak Ideologis Istilah-Istilah Politik oleh Drs. Moerdiono,
Menteri Sekretaris Negara
(6) Peranan Psikologi dalam Pembinaan Bahasa dan Sastra oleh
Prof. Dr. Fuad Hassan, Anggota Dewan Pertimbangan Agung
(7) Peranan Bahasa Indonesia dalam Persatuan dan Kesatuan
Bangsa oleh Letnan Jenderal TNI (Purn.) M. Yogie S.M.,
Menteri Dalam Negeri
(8) Bahasa Indonesia dalam Perencanaan Pembangunan
Nasional oleh Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas
(9) Bahasa Indonesia dan Generasi Muda oleh Hayono Isman,
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
(10) Bahasa Indonesia dan Ketahanan Nasional oleh Laksamana
Madya TNI (Purn.) Machmud Subarkah, Sekretaris Jenderal
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional
(11) Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Kebudayaan
Nasional oleh Prof. Dr. Edi Sedyawati, Direktur Jenderal
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(12) Bahasa Indonesia Menjelang Tahun 2000 oleh Dr. Hasan Alwi,
Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
(13) Kesinambungan dalam Kebijaksanaan Bahasa Nasional oleh
Prof. Dr. Amran Halim, Rektor Universitas Sriwijaya
(14) Bahasa Indonesia dalam Kegiatan Keagamaan oleh Dr. H.
Hasbullah Mursyid, Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Agama
(15) Pengembangan Laras Bahasa dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Modern oleh Prof. Dr. Anton M.
Moeliono, Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia
(16) Sastra Indonesia dan Pembinaan Generasi Muda oleh Emha
Ainun Nadjib, Sastrawan
(17) Sastra dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia oleh
Goenawan Mohammad, Sastrawan
(18) Bahasa Indonesia dan Pen gembangan Sumber Daya
Manusia oleh Dr. Boediono, Kepala Biro Perencanaan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;


g. Makalah-makalah yang disajikan dan dibahas di dalam sidang
kelompok dan diskusi panel; dan
h. Pandangan, tanggapan, usul, dan saran para peserta;
Kongres Bahasa Indonesia Keenam, dengan rahmat Tuhan Yang Maha
Esa, mencapai kesepakatan dan mengambil putusan tersebut di bawah
ini.


1. Bagian Umum


1.1 Masalah kebahasaan di Indonesia merupakan jaringan masalah
yang dijalin oleh (1) masalah bahasa nasional, (2) masalah bahasa
daerah, dan (3) masalah pemanfaatan bahasa asing. Ketiga
kelompok masalah bahasa itu merupakan masalah yang memiliki
hubungan timbal balik dan, oleh karena itu, tidak dapat dipisah57
pisahkan. Dengan kata lain, ketiga kelompok masalah bahasa itu
merupakan satu kesatuan. Oleh karena masalah bahasa itu
menyangkut kepentingan semua lapisan masyarakat, semua
instansi Pemerintah, semua badan usaha, baik di lingkungan
Pemerintah maupun di lingkungan sektor swasta dan semua
organisasi atau badan lain, pelaksanaan kebijaksanaan bahasa
nasional itu memerlukan dukungan kelembagaan yang memiliki
wewenang, ruang gerak, dan daya jangkau secara nasional pula.
Dengan demikian, untuk mengelola keseluruhan masalah bahasa di
Indonesia itu diperlukan satu Kebijaksanaan Bahasa Nasional,
yaitu kebijaksanaan nasional dalam bidang kebahasaan.


1.2 Kebijaksanaan bahasa nasional itu perlu mencakup batasan dan
ketentuan mengenai:
(1) kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa
nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928 maupun
sebagai bahasa negara sesuai dengan Pasal 36 Undang-
Undang Dasar 1945, serta pembinaan, pengembangan,
pengajaran, dan pemasyarakatannya;
(2) kedudukan dan fungsi bahasa daerah sebagai unsur kebudayaan
Indonesia yang hidup, sesuai dengan penjelasan
Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, serta pembinaan,
pengembangan, pengajaran, dan pelestariannya; dan
(3) kedudukan dan fungsi bahasa asing di Indonesia serta
pengajaran dan/atau pemanfaatannya.
1.3 Kebijaksanaan bahasa nasional itu perlu dilengkapi dengan rencana
strategi jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan
tahunan dengan sasaran-sasaran yang jelas, yang disusun secara
realistis sehingga tujuan yang hendak dicapai benar-benar dapat
diraih.


1.4 Supaya benar-benar dapat berfungsi sebagai garis haluan dan
patokan dalam pengelolaan masalah bahasa di Indonesia,
kebijaksanaan bahasa nasional itu perlu dirumuskan secara
berencana, terarah, terinci, terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk
Undang-Undang Kebahasaan Indonesia.


1.5 Untuk mengelola semua persoalan kebahasaan dan melaksanakan
Undang-Undang Kebahasaan Indonesia yang dimaksud pada butir
4, Kongres Bahasa Indonesia Keenam berpendapat bahwa Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa perlu segera ditingkatkan
menjadi lembaga nondepartemen dengan nama Lembaga
Kebahasaan Indonesia, yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden Republik Indonesia.


1.6 Oleh karena masalah kebahasaan di Indonesia itu merupakan
masalah nasional dan menyangkut kepentingan segenap lapisan
masyarakat, Lembaga Kebahasaan Indonesia yang dimaksud pada
butir 5 di atas perlu dilengkapi dengan dewan atau badan
pertimbangan kebahasaan yang bertugas pokok memberikan
pertimbangan kebahasaan, diminta atau tidak diminta, kepada
Ketua Lembaga Kebahasaan Indonesia. Dewan atau badan
pertimbangan kebahasaan itu terdiri dari para ahli bahasa, ilmuwan,
dan tokoh-tokoh masyarakat baik dari lingkungan Pemerintah
maupun dari lingkungan masyarakat umum.


1.7 Supaya benar-benar memiliki daya jangkau nasional dan dapat
menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien, Lembaga
Kebahasaan Indonesia yang dimaksud pada butir 5 di atas perlu
ditunjang dengan lembaga sejenis dengan nama Balai Kebahasaan
Indonesia di setiap daerah tingkat I di seluruh Indonesia. Balai
Kebahasaan Indonesia sebagai penunjang Lembaga Kebahasaan
Indonesia bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, tetapi berfungsi di bawah koordinasi Lembaga
Kebahasaan Indonesia.


1.8 Untuk memasyarakatkan putusan Kongres dan mengambil langkah-langkah
persiapan yang diperlukan bagi penyusunan Undang-
Undang Kebahasaan Indonesia yang dimaksud pada butir 4 di atas
dan pembentukan Lembaga Kebahasaan Indonesia yang dimaksud
pada butir 5 di atas, Kongres Bahasa Indonesia Keenam
membentuk Panitia Kerja Kongres Bahasa Indonesia Keenam
yang tersusun sebagai berikut.
(1) Prof. Dr. Amran Halim (Ketua merangkap Anggota)
(2) Ilen Surianegara (Wakil Ketua merangkap Anggota)
(3) Dr. Hasan AIwi (Sekretaris merangkap Anggota)
(4) Prof. Dr. Anton M. Moeliono (Anggota)
(5) Basyuni Suriamiharja (Anggota)
(6) Hans E. Kawulusan (Anggota)
(7) Imam Sukarsono, S.H. (Anggota)
(8) Dr. Mien A. Rifai (Anggota)
(9) Prof. Dr. Saparinah Sadli (Anggota)
(10) Dr. Sapardi Djoko Damono (Anggota)
(11) Prahastoeti Adhitama, M.A. (Anggota)


2. Bagian Khusus


2.1 Peran Bahasa dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa


Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara memantapkan
perannya sebagai sarana pembangunan nasional, penyelenggaraan
negara, pendidikan, kegiatan keagamaan, dan peningkatan partisipasi
generasi muda serta sebagai sarana pengembangan dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada gilirannya memperkuat
ketahanan nasional.
Dalam perjuangan bangsa Indonesia menghadapi era Iepas landas,
peran bahasa dan sastra Indonesia perlu dimantapkan dengan tujuan
utama meningkatkan kualitas sumber daya manusia.


Tindak Lanjut


(1) Sebagai anutan masyarakat, hendaknya para penyelenggara
negara dan pemerintahan memberikan teladan dalam berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.
(2) Karena bahasa Indonesia sudah ditetapkan menjadi bahasa negara
Republik Indonesia, administrasi kenegaraan, baik di bidang
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, harus dilaksanakan dalam
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
(3) Kemampuan berbahasa Indonesia yang baik hendaknya dijadikan
syarat dalam penerimaan pegawai dan kenaikan pangkat/jabatan.
(4) Penanaman sikap positif terhadap bahasa Indonesia bukan hanya
tugas guru bahasa Indonesia, melainkan juga tugas guru semua
bidang studi. Oleh karena itu, guru bidang studi lain harus
membantu membina sikap positif peserta didik.
(5) Organisasi kepemudaan sebaiknya memasukkan upaya pembinaan
bahasa Indonesia dalam program organisasinya dan melatihkan
disiplin berbahasa Indonesia, antara lain melalui perlombaan,
penulisan karya tulis, dan pertemuan.
(6) Perlu dipikirkan pola pembinaan bahasa Indonesia di kalangan
generasi muda, seperti yang telah digunakan dalam pemasyarakatan
P-4.
(7) Organisasi kebahasaan, seperti Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia (HPBI), Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI), dan
Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI), serta
organisasi kepemudaan diharapkan ikut membantu upaya membina
anggota masyarakat yang masih buta bahasa Indonesia yang
diperkirakan berjumlah 17 persen.
(8) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1991 tentang
pemasyarakatan bahasa Indonesia perlu dilengkapi dengan
petunjuk pelaksanaan.
(9) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa perlu menyusun
rencana untuk menemukan ciri khas ragam lisan yang baku. Hal ini
perlu dilakukan agar kesenjangan antara ragam bahasa tulis
dengan ragam bahasa lisan dapat diperkecil.
(10) Kegiatan apresiasi sastra di kalangan masyarakat perlu diusahakan
antara lain melalui pertemuan ilmiah, pementasan drama, dan
perlombaan.
(11) Dalam kaitannya dengan sastra Indonesia sebagai penapis
pengaruh kebudayaan asing, upaya penelitian dan pemasyarakatan
sastra Nusantara harus terus digalakkan. Selain itu, mutu dan
jumlah hasil karya sastra Indonesia, mutu dan jumlah ahli sastra
dan pengajaran sastra, serta minat menikmati karya sastra harus
terus ditingkatkan.
(12) Putusan Seminar Politik Bahasa Nasional 1976 perlu dipertimbangkan
dalam merumuskan Kebijaksanaan Bahasa Nasional.
(13) Putusan Kongres Bahasa Indonesia terdahulu yang belum
terlaksana perlu ditindaklanjuti.
(14) Pemakaian bahasa asing untuk nama dan kegiatan badan usaha
yang makin lama makin meluas menunjukkan sikap yang kurang
menghargai bahasa Indonesia. Oleh karena itu, instansi Pemerintah
yang berwenang perlu melaksanakan Pasal 36 Undang-Undang
Dasar 1945 dengan taat asas dalam pemberian izin usahanya.


2.2 Pengembangan Bahasa dan Sastra


Kebudayaan nasional sebagian besar telah terwujud dalam berbagai
pranata kemasyarakatan seperti sistem politik, sosial, ekonomi, hukum,
pendidikan, dan berbagai ungkapan seni. Semuanya itu diungkapkan
dengan bahasa Indonesia. Di samping itu, terdapat beratus-ratus bahasa
daerah yang menjadi bagian kebudayaan kita dan digunakan untuk
mengungkapkan berbagai pranata kemasyarakatan tersebut. Beberapa
bahasa asing juga digunakan dalam berbagai fungsi tertentu.
Pelambangan dunia gagasan dan nilai menuntut berbagai laras
bahasa yang diperlukan oleh peradaban modern yang dicoraki ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Pemanfaatan kekayaan bahasa
sebagai sarana ekspresi seni tercipta dalam sastra.
Putusnya hubungan pengarang dengan sumber sastra daerahnya
akan mengakibatkan pemiskinan batin. Oleh karena itu, berbagai bentuk
sastra klasik dan sastra lisan, misalnya wayang dan drama tradisional,
yang merupakan bagian sejarah sastra kita, perlu dipelihara dan
dikembangkan sebagai milik budaya bersama.


Penelitian pelbagai aspek bahasa Indonesia mempunyai peranan
penting bukan hanya untuk menambah wawasan dan pemahaman kita
tentang hakikat dan cara kerja bahasa Indonesia, melainkan juga untuk
memberikan landasan yang lebih kokoh pada pengajaran dan
penyuluhan bahasa. Hanya pemahaman yang tepat tentang seluk-beluk
bahasa Indonesia dapat mendukung pengajaran dan penyuluhan yang
efektif, yang pada akhirnya akan menumbuhkan sikap dan wawasan
yang positif dan apresiatif serta penggunaan bahasa yang mantap dan
cendekia.
Penerjemahan buku secara terencana perlu segera dilancarkan
karena, untuk jangka waktu yang lama, keterbatasan penguasaan
bahasa asing masih akan merupakan hambatan untuk menyerap
pengetahuan yang disajikan dalam buku-buku berbahasa asing.


Tindak Lanjut


(1) Kegiatan penelitian bahasa dan sastra perlu ditingkatkan dalam
jumlah dan mutu untuk memantapkan upaya pengembangan
bahasa dan sastra.
(2) Karena ada kesejajaran dalam hubungan timbal balik antara
pencendekiaan laras bahasa keilmuan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, para ilmuwan hendaknya mengembangkan
laras bahasa keilmuan yang sesuai dengan bidang
keahliannya.
(3) Demi pemantapan laras bahasa keilmuan yang memerlukan
kosakata dan peristilahan khusus, usaha penyusunan daftar istilah
ilmiah dan kamus bidang ilmu perlu ditingkatkan.
(4) Penjelasan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 tentang “pemeliharaan
bahasa daerah” perlu dirumuskan tindakan operasionalnya.
(5) Usaha penerjemahan, baik yang menyangkut karya ilmiah maupun
yang menyangkut karya sastra, memerlukan prasarana kamus
dwibahasa dan daftar peristilahan. Karena itu, Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa perlu merencanakan penyusunan
kamus dan daftar istilah bagi kemudahan para penerjemah.
(6) Untuk memberi kesempatan mengembangkan kreativitas dalam
menghasilkan karya tulis, pengarang perlu diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk berkarya.
(7) Untuk meluaskan kesempatan menambah ilmu pengetahuan serta
meluaskan cakrawala, perlu disusun panitia khusus yang bertugas
melaksanakan seleksi penerjemahan, penerbitan, dan pemasaran
karya sastra dan pustaka dunia yang terkenal.
(8) Sebagai upaya pengadaan bahan sastra klasik Nusantara, perlu
disusun buku ajar sastra Nusantara untuk tingkat pendidikan dasar
dan menengah dengan:
a) mengadakan seleksi bahan bacaan sastra dan budaya, sesuai
dengan penilaian kelompok pendukung budaya yang
bersangkutan;
b) menyusun, menyadur, menerjemahkan, menjelaskan, dan
memberi catatan pada bahan, sesuai dengan jenis, jenjang,
dan tingkat pendidikan peserta didik.
(9) Perlu diwujudkan kebijaksanaan yang mewajibkan bahan-bahan
sastra dan kebudayaan klasik Nusantara sebagai bagian dan
kurikulum nasional.
(10) Perlu diusahakan agar setiap daerah memiliki majalah budaya
dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang diusahakan oleh
Pemerintah dengan imbalan yang memadai bagi pengarang.
(11) Sastra klasik Nusantara perlu diterjemahkan, disadur, dan
diterbitkan secara teratur dengan memanfaatkan berbagai media
elektronik dan cetak yang memiliki jangkauan Iuas.
(12) Perpustakaan Pusat/Daerah perlu dijadikan sarana aktif untuk
promosi bacaan, khususnya bagi generasi muda. Fungsinya
sebagai pusat penyimpanan hasil penerbitan harus disertai dengan
fungsi sebagai pusat penyebaran.


2.3 Pembinaan Bahasa dan Sastra


Pembinaan bahasa dan sastra adalah usaha untuk meningkatkan mutu
pemakaian bahasa dan meningkatkan kreativitas dan apresiasi sastra.
Secara konkret usaha ini mencakup, antara lain, penyuluhan dan
penerbitan oleh pelbagai pihak, termasuk oleh media massa dan
organisasi profesi. Usaha tersebut telah dilaksanakan selama beberapa
tahun ini, namun hasilnya belum memuaskan. Oleh sebab itu, melalui
strategi yang tepat diharapkan akan dicapai kemajuan dan hasil yang
lebih memuaskan.


Kehidupan dan perkembangan sastra hingga saat ini belum begitu
menggembirakan. Oleh karena itu, iklim yang memungkinkan sastra itu
hidup dan berkembang perlu segera diciptakan sehingga masyarakat
luas sekurang-kurangnya dapat mengapresiasi karya sastra.
Sehubungan dengan itu, pembinaan sastra Indonesia hendaknya
diarahkan agar masyarakat bahasa memiliki minat baca dan kegemaran
menulis yang tinggi.


Pembinaan bahasa Indonesia melalui kegiatan penyuluhan,
walaupun belum memberikan hasil yang diharapkan, tetap merupakan
cara yang ampuh untuk mengubah sikap berbahasa para pemakai
bahasa Indonesia yang belum atau kurang positif.
Sebagai media komunikasi yang mempergunakan bahasa, media
massa telah membuktikan diri sebagai sarana yang sangat efektif dalam
pembinaan dan pengembangan bahasa. Di samping itu, dunia pers
dapat memainkan peranan yang lebih besar dalam meningkatkan sikap
positif dan apresiatif serta menggalakkan penggunaan bahasa yang
Iebih cendekia dengan mengungkapkan bahasa secara lebih rasional
dan berpegang pada konvensi-konvensi bahasa yang sudah baku. Oleh
sebab itu, peranan media massa sebagai penyebar sekaligus sebagai
tolok ukur penggunaan bahasa yang baik dan benar harus terus
dipertahankan dan ditingkatkan.


Sejak kebangkitan nasional pada awal abad ini, tenaga profesi,
seperti dokter, insinyur, dan pedagang sudah memainkan peranan yang
sangat menentukan dalam mengobarkan semangat kebangsaan, antara
lain dengan menjunjung tinggi bahasa persatuan.
Kini dalam alam kemerdekaan, lebih-lebih dalam menghadapi era
lepas landas, tenaga profesi dan organisasi profesi, seperti Persatuan
Wartawan Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia, Persatuan Insinyur Indonesia, dan Persatuan Guru Republik
Indonesia, akan tetap berperanan dalam meningkatkan sikap bahasa
yang positif dan apresiatif serta dalam menggalakkan penggunaan
bahasa yang kreatif dan bermutu. Di samping itu, organisasi-organisasi
itu juga akan ‘berperan sebagai pendorong peluasan penggunaan
bahasa Indonesia dalam ilmu dan teknologi, baik yang menyangkut
wacana ilmiah maupun yang berhubungan dengan tata istilah.
Organisasi profesi kebahasaan, seperti HPBI, HISKI, dan MLI, harus
berusaha mengembangkan potensinya sebagai sarana pembina dan
pengembang bahasa dan sastra, khususnya yang menyangkut
kepakaran dan sumber daya manusia.


Tindak Lanjut


(1) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa perlu membina kerja
sama yang luas dengan berbagai lembaga, terutama dengan
perguruan tinggi dan media massa.
(2) Hasil-hasil pengembangan bahasa, seperti pedoman pembentukan
istilah, daftar istilah, dan kamus-kamus istilah, perlu diterbitkan dan
disebarluaskan melalui toko-toko buku.
(3) Untuk dapat menghasilkan terbitan yang mutunya baik dan segi isi
dan bahasanya, perlu diupayakan buku-buku acuan kebahasaan
seperti pedoman pemakaian bahasa yang baik dan benar, pedoman
penulisan laporan ilmiah, pedoman penyuntingan, dan berbagai
jenis kamus.
(4) Untuk memacu kegiatan penerbitan karya-karya ilmiah, balk artikel
maupun buku, perlu diupayakan pelatihan dan pendidikan secara
berencana bagi peneliti dan penyunting.
(5) Agar penyuluhan lebih efektif dan efisien, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa perlu melakukan evaluasi yang menyeluruh
terhadap kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan selama 5 tahun
terakhir; dan berdasarkan hasil evaluasi itulah disusun rencana
penyuluhan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang
lebih terpadu dan terarah.
(6) Bahan penyuluhan perlu disiapkan dalam kemasan yang menarik
bagi setiap kelompok sasaran sehingga setiap kelompok sasaran itu
memiliki sikap berbahasa yang positif, keterampilan berbahasa
yang baik, minat baca yang tinggi, dan apresiasi sastra yang baik.
(7) Ketersediaan tenaga penyuluh yang andal sangat diperlukan,
terutama bagi para peserta didik di semua jenis dan jenjang
pendidikan sekolah.
(8) Strategi pemasyarakatan yang lebih tepat perlu disusun agar
penyuluhan dapat dilaksanakan lebih efektif.
(9) Pertemuan berkala perlu diadakan antara guru sastra dan ahli
sastra/sastrawan guna meningkatkan kemampuan apresiasi dalam
rangka tugas guru.
(10) Untuk meningkatkan sikap positif dan menggalakkan penggunaan
bahasa yang lebih cendekia, media cetak dianjurkan menyediakan
rubrik bahasa sebagai sarana pembaca untuk berdialog mengenai
bahasa.
(11) Dalam memperkaya bahasa Indonesia dunia pers telah menunjukkan
kepeloporannya dalam menerima unsur serapan. Bagi
perkembangan bahasa, hal itu sama sekali tidak merugikan.
Namun, pengguna bahasa dalam pers dianjurkan juga menggali
kekayaan bahasa dari bahasa serumpun dan bahasa daerah.
(12) Selain penguasaan bahasa, minat terhadap sastra hendaknya
menjadi bahan pertimbangan khusus dalam penerimaan calon
wartawan.
(13) Setiap media massa dianjurkan untuk mengangkat redaktur khusus
bahasa agar pemantauan dan evaluasi atas bahasa yang
dipergunakan dapat dilakukan secara lebih efektif.
(14) Agar peran serta organisasi profesi dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa dapat tetap dipertahankan, kepakaran para
anggotanya perlu ditingkatkan, antara lain melalui kegiatan
pertemuan ilmiah dan karya tulis ilmiah.
(15) Kegiatan rutin organisasi profesi kebahasaan harus didukung
dengan dana dan kepakaran manajemen. Organisasi profesi itu
perlu bekerja sama membentuk pusat karier untuk menyalurkan
tenaga-tenaga kebahasaan sehingga pengangguran dan kemubaziran
tenaga kebahasaan dapat dicegah.


2.4 Pengajaran Bahasa dan Sastra


Tujuan pendidikan dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah
membina kemampuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dengan
baik dan benar serta kemampuan apresiasi karya sastra Indonesia
dalam upaya meningkatkan mutu manusia Indonesia sebagai bekal
dalam menghadapi kehidupan masa kini dan mendatang. Tujuan
pendidikan dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan tujuan pendidikan nasional.
Dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia, kurikulum, buku pelajaran, metode pengajaran,
evaluasi pengajaran, guru, perpustakaan sekolah, dan lingkungan
keluarga serta masyarakat memegang peranan penting. Kurikulum
bahasa dan sastra harus luwes dan memungkinkan guru dan peserta
didik mengembangkan kreativitas dalam kegiatan belajar-mengajar. Isi
dan cara penyajian buku pelajaran harus menarik dan menunjang
pembinaan kemampuan dan keterampilan berbahasa dengan baik dan
benar serta meningkatkan kemampuan apresiasi sastra. Metode belajar mengajar harus dapat mengembangkan interaksi guru-peserta didik
sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai sikap kritis, kreatif,
dan responsif dalam menghadapi pelajaran dan kehidupan. Hasil
evaluasi pengajaran bahasa harus dapat menjadi dasar penentuan
kemajuan dan pengaturan program belajar-mengajar. Guru bahasa dan
nonbahasa di berbagai jenjang pendidikan serta lingkungan keluarga
dan masyarakat harus memberikan teladan berbahasa dengan baik dan
benar kepada peserta didik dan merangsang mereka gemar membaca
dan menulis. Jumlah, jenis, serta mutu koleksi perpustakaan sekolah
perlu ditingkatkan.


Bahasa daerah di wilayah tertentu dapat diajarkan kepada peserta
didik penuturnya tanpa menghambat pendidikan dan pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Karena itu, kurikulum, buku pelajaran, metode,
dan sarana lain untuk pendidikan dan pengajaran bahasa daerah perlu
dikembangkan.
Bahasa asing tertentu diajarkan di sekolah terutama untuk membina
kemampuan memahami dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ditulis dalam bahasa asing tersebut. Pengajaran bahasa
asing, khususnya di sekolah dasar, tidak boleh menghambat pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia.


Tindak Lanjut


(1) Kurikulum pengajaran bahasa dan sastra untuk sekolah dasar dan
menengah yang akan diberlakukan mulai tahun 1994 perlu
dipahami benar oleh guru serta dilengkapi dengan buku-buku
pelajaran yang baik dan buku-buku pedoman pelaksanaan yang
jelas.
(2) Pendidikan dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia,
sebagaimana diputuskan dalam Kongres Bahasa Indonesia Kelima,
hendaklah lebih menekankan aspek keterampilan berbahasa yang
baik dan benar serta aspek apresiasi sastra daripada aspek
pengetahuan tentang bahasa dan sastra Indonesia.
(3) Buku pelajaran bahasa yang digunakan di sekolah dasar dan
menengah hendaklah baik, dilihat dan segi isi, mutu, dan
penyajiannya. Dalam penyusunan buku pelajaran bahasa perlu
diperhatikan agar semua aspek formal bahasa (bunyi, kosakata,
dan tata bahasa) dikembangkan dengan baik.
(4) Sistem pengujian sebagai salah satu cara evaluasi pendidikan dan
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu diperbaiki sekurangkurangnya
dan segi bentuk dan isi agar hasilnya memberikan
gambaran yang objektif mengenai kemajuan belajar serta
kemampuan dan keterampilan berbahasa Indonesia peserta didik.
(5) Untuk meningkatkan serta memperluas wawasan guru bahasa di
sekolah dasar dan menengah, sebagaimana disarankan pada
Kongres Bahasa Indonesia Kelima, perlu segera disusun dan
dikembangkan berbagai buku acuan seperti buku panduan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tata bahasa
pedagogis, dan panduan pengajaran bahasa komunikatif.
(6) Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah dasar umum perlu
diupayakan agar diperoleh keterampilan penggunaan bahasa
Indonesia untuk keperluan akademis.
(7) Sebelum gagasan tentang pengajaran bahasa asing di sekolah
dasar dilaksanakan, perlu dilakukan penelitian yang mendalam dan
segala sudut.


2.5 Perkembangan Bahasa Indonesia di Luar Negeri


Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri pada umumnya
bersifat instrumental, terutama bagi para sarjana yang ingin
melaksanakan penelitian di Indonesia dan para calon diplomat dan
usahawan yang akan bertugas di Indonesia. Setelah belajar di negara
masing-masing, tidak sedikit di antara mereka yang kemudian mengikuti
pengajaran lanjutan di Indonesia.
Sudah saatnya kini Bahása Indonesia untuk Pembelajan Asing
(BIPA) ditangani dengan lebih serius, antara lain dengan menyusun
kurikulum yang luwes yang dapat dengan mudah disesuaikan dengan
keperluan pembelajan; menyusun materi pengajaran dengan format
yang menarik dan memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, lisan maupun tulis, yang hidup di masyarakat, baik untuk interaksi formal maupun interaksi informal; dan menggunakan metode pengajaran yang berdasarkan pendekatan komunikatif. Oleh karena itu, guru dan dosen BIPA seyogianya memahami kaidah-kaidah
sosiolinguistik yang mendasari pendekatan komunikatif.
Perlu dikembangkan pula materi bahasa Indonesia bidang tertentu,
seperti bidang hukum, bidang perdagangan, bidang perbankan, yang
mungkin sekali diminati para pembelajar asing.
Perpustakaan dan laboratonium bahasa perlu disediakan untuk
melengkapi BIPA yang dapat dipergunakan di luar jam pelajaran oleh
para pembelajar.
Dengan memperbandingkan perkembangan dan pengajaran bahasa
Melayu di negara-negara Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam,
upaya penyempurnaan pengajaran bahasa Indonesia pada umumnya
dan pengajaran BIPA khususnya perlu ditingkatkan.


Tindak Lanjut


(1) Perlu adanya pengkajian pengajaran BIPA di luar negeri tentang
tujuan dan macam serta tingkat kemampuan berbahasa yang
diinginkan para pembelajan agar perangkat BIPA yang diperlukan
dapat pula dikembangkan di Indonesia. Disarankan agar lembaga
pemenintah dan swasta mengadakan program pertukaran
pengajaran dan materi pengajaran BIPA dengan lembaga
pemerintah dan swasta di luar negeri.
(2) Perlu dikembangkan materi BIPA yang benbeda dengan bahasa
Indonesia untuk orang Indonesia, terutama tentang topik dan
informasi kultural yang diperlukan untuk memahami ujaran di dalam
konteks yang tidak dipahami oleh para pembelajar asing. Selain itu,
bahasa formal dan informal perlu disajikan secara proporsional dan
sesuai dengan konteks.
(3) Mutu dan peranan pengajaran BIPA perlu ditingkatkan antara lain
dengan memantapkan kurikulum, mengembangkan materi
pengajaran, dan meningkatkan mutu guru dan dosen BIPA dalam
hal pengetahuan linguistik, metode pengajaran serta kemampuan
berbahasa Indonesia dengan baik.
(4) Unsur budaya dalam materi BIPA perlu mendapat tempat yang
penting, terutama yang berhubungan dengan unsur budaya yang
direfleksikan di dalam bahasa, seperti basa-basi, implikatur,
sapaan, dan praanggapan, yang sangat lazim dipergunakan di
dalam interaksi informal. Di samping itu, perlu diperhatikan juga
unsur budaya yang berhubungan dengan sopan santun dalam
pergaulan, dalam berbicara, dan sebagainya.
(5) Dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, kita perlu memetik
pengalaman dari keberhasilan dan berbagai kegagalan yang dialami
negara-negara tetangga, terutama dalam persaingan dengan
bahasa-bahasa lain.
(6) Perlu diupayakan pemberian beasiswa kepada pembelajar asing
calon guru sampai lulus S-1 agar pengajaran BIPA dapat
berkembang dengan Iebih baik di negara asal pembelajar.


Jakarta, 2 November 1993
TIM PERUMUS
Harimurti Kridalaksana (Ketua merangkap Anggota)
S.R.H. Sitanggang (Sekretaris merangkap Anggota)
A. Latief (Anggota)
Achadiati Ikram (Anggota)
Amran Halim (Anggota)
Anton M. Moeliono (Anggota)
Hans Lapoliwa (Anggota)
Hasan Alwi (Anggota)
lien Surianegara (Anggota)
Mansoer Pateda (Anggota)
Soeseno Kartomihardjo (Anggota)
Yohanes Kalamper (Anggota)
Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top