KEPUTUSAN
KONGRES BAHASA INDONESIA KELIMA
Jakarta, 28 Oktober─3 November 1988


Kongres Bahasa Indonesia Kelima yang pembukaannya diadakan di
Istana Negara, Jakarta, pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 1988 dan
sidang-sidangnya yang berlangsung hingga hari Kamis tanggal 3
November 1988 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, dengan memperhatikan
pidato peresmian pembukaan oleh Presiden Republik
Indonesia, Soeharto, pada tanggal 28 Oktober 1988, pidato pengarahan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hassan, pada
tanggal 29 Oktober 1988, dan setelah memperhatikan laporan Kepala
Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Anton M. Moeliono, serta
mendengarkan dan membahas secara saksama makalah yang disajikan,
baik dalam sidang lengkap maupun dalam sidang kelompok, yang
berkaitan dengan:


a. Garis Haluan:


(1) perencanaan bahasa (bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan
bahasa asing);
(2) pengajaran;
(3) bahasa Indonesia di luar jalur formal;
(4) sarana penunjang;
(5) kerja sama kebahasaan dalam dan luar negeri;
(6) pembinaan sumber daya manusia dalam pengembangan bahasa
Indonesia;
(7) penerjemahan;


b. Ranah Pemakaian Bahasa:


(1) bahasa dan penalaran;
(2) bahasa dan ungkapan rasa;
(3) bahasa dan kreativitas;
(4) peran bahasa Indonesia dalam pembangunan ilmu;
(5) peran bahasa daerah dalam pengajaran bahasa Indonesia;
(6) sumbangan dan hambatan bahasa asing dalam pengembangan
bahasa Indonesia;
(7) perkembangan bahasa Indonesia;
(8) perkembangan penelitian bahasa Indonesia;
(9) laporan penelitian;


c. Pembangunan dan Pengembangan Sastra:


(1) pemasyarakatan sastra;
(2) sastra dalam pendidikan di sekolah dasar;
(3) sastra dalam pendidikan di sekolah lanjutan;
(4) pengembangan sastra;
(5) penelitian sastra;
(6) bahasa Indonesia sebagai bahasa sastra;
(7) hubungan sastra Indonesia dan sastra daerah;
(8) bahasa Indonesia dalam teater dan film;
d. bahasa Indonesia di luar negeri
(1) tinjauan dari luar negeri;
(2) tinjauan dari dalam negeri;
telah menmgambil putusan sebagaimana diperinci di bawah ini.


1. Bahasa


1.1 Simpulan Umum
Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana
komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan
formal. Pemakaian bahasa Indonesia sejak tingkat sekolah dasar
sampai dengan tingkat perguruan tinggi menunjukkan kemantapan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Namun, masih cukup
banyak pemakai bahasa nasional kita yang belum mempergunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai dengan konteks
pemakaiannya. Karena itu, pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia
perlu terus ditingkatkan dan diperluas. Demikian pula penelitian bahasa
Indonesia perlu digalakkan sehingga pengembangan bahasa nasional
akan terus berlandaskan temuan penelitian yang terarah dan terpadu.


1.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungan dengan simpulan
umum di atas adalah sebagai berikut.
(1) Dalam konteks budaya yang memberi penekanan pada prinsip
anutan, Kongres mengimbau agar para pejabat lebih berhati-hati
dalam memakai bahasa Indonesia sehingga masyarakat mendapat
masukan bahasa yang baik dan benar.
(2) Karena media massa merupakan komunikator pembangunan yang
memanfaatkan bahasa Indonesia, maka media massa seperti surat
kabar dan majalah, hendaknya memiliki tenaga kebahasaan yang
khusus membina bahasa siaran sehingga bahasa media massa
dapat dijadikan contoh bagi masyarakat.
(3) Dalam mengembangkan bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa
ilmiah dan modern, janganlah penutur bahasa terjerumus
membentuk sikap nasionalisme sempit yang berlebihan
(chauvinisme). Bahasa Indonesia perlu dikembangkan dan dalam
perkembangan itu penuturnya tidak usah takut untuk memungut
kata baru, baik yang digali dari bumi sendiri maupun yang dari luar
sesuai dengan keadaan dan keperluan.
(4) Bahasa Indonesia hendaknya dimasukkan ke dalam delapan jalur
pemerataan atau menjadi jalur kesembilan dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara. Pemberantasan buta bahasa Indonesia
perlu digalakkan supaya tidak ada lagi dalam masyarakat Indonesia
kelompok yang belum menikmati pemerataan pembangunan.
(5) Untuk mengikuti perkembangan ilmu, kegiatan penerjemahan buku
asing ke bahasa Indonesia perlu digalakkan. Para ahli bahasa
dianjurkan mengadakan kerja sama dengan ahli informatika untuk
menjajaki dan mengembangkan mesin penerjemahan. Pendidikan
penerjemahan dan penyediaan kamus istilah bidang ilmu menjadi
prasyarat yang sangat penting.
(6) Badan pemerintah yang mengeluarkan dokumen resmi, seperti
undang-undang, hendaknya memperhatikan kaidah bahasa
Indonesia sehingga ragam bahasa bakunya dapat dicontoh
masyarakat.
(7) Politik perbukuan nasional perlu segera disusun karena penerbitan
dan perbukuan di Indonesia yang tidak berkembang akan
menghambat pembinaan dan pengembangan bahasa.
(8) Sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang mempunyai unsur (1)
kebanggaan pada bahasa, (2) kesetiaan pada bahasa, dan (3)
kesadaran akan norma bahasa, masih perlu dipupuk.
(9) Putusan Kongres Bahasa Indonesia Keempat mengenai
penghapusan pemakaian bahasa asing pada papan nama gedung
umum, seperti toko, dikukuhkan lagi, dengan menganjurkan kepada
semua pemerintah daerah supaya lebih tegas dalam menerapkan
peraturan mengenai hal tersebut.
(10) Pengerahan, pembinaan, dan pendidikan tenaga kebahasaan--
termasuk pengaderan--perlu dilakukan dengan berencana.
(11) Pesan yang disampaikan kepada masyarakat tentang konsepkonsep
pembangunan harus menggunakan bahasa yang akrab,
dan isi pesan pembangunan harus relevan dengan keperluan
khalayak serta sesuai dengan daya tangkap masyarakat.
(12) Untuk keperluan pengujian kemampuan berbahasa Indonesia,
hendaknya disusun bahan ujian bahasa Indonesia yang bersifat
nasional (yang sejenis dengan ujian TOEFL).
(13) Penggunaan bahasa ilmiah yang tepat, lugas, dan logis di kalangan
peneliti perlu dibiasakan.
(14) Mengingat pembinaan umat beragama merupakan bagian yang
penting dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan
bahasa Indonesia merupakan sarana dalam kehidupan beragama,
maka pengajaran bahasa Indonesia di lingkungan pendidikan
agama harus terus ditingkatkan dan harus dikoordinasi dengan
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah umum.
(15) Penelitian kebahasaan di Indonesia menghadapi banyak kendala,
seperti perpustakaan yang belum memadai, tenaga peneliti yang
perlu meningkatkan ilmunya, dan rendahnya kemampuan
berbahasa asing peneliti. Instansi pendidikan tinggi diharapkan
memperhatikan sarana fisik yang diperlukan dan mengusahakan
peningkatan mutu peneliti sehingga penelitian dapat dilaksanakan
sesuai dengan segala persyaratannya.
(16) Dengan telah diterbitkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa diharapkan dapat mengembangkan dan,
jika perlu, menyempurnakannya.
(17) Untuk buku pelajaran sekolah diperlukan penulisan tata bahasa
yang sesuai dengan jenjang pendidikan dengan memakai Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia sebagai acuannya.


2. Sastra


2.1 Simpulan Umum
Sastra, jika ditinjau dari fungsinya, dapat memberikan kepuasan dan
pendidikan bagi pembacanya. Jika diapresiasi dengan baik, karya sastra
dapat menambah pengetahuan pembaca tentang kehidupan, pengenalan
manusia, kebudayaan, kesenian, dan bahasa. Sastra dapat
memberikan pelajaran yang praktis tentang berbagai cara menggunakan
bahasa. Sastra juga mengembangkan imajinasi dan fantasi--suatu hal
yang kerap dilupakan dalam peningkatan kualitas intelektual peserta
didikan dan pembaca pada umumnya. Karena itu, prosa, puisi, drama,
dan karya sastra pada umumnya, selain dapat dijadikan wahana
pengembangan dan penyebaran bahasa Indonesia yang kreatif dan
dinamis, dapat pula meningkatkan kecerdasan dan memanusiakan
manusia.


Bahasa yang dipergunakan di dalam karya sastra menunjukkan
adanya tumpang tindih kode ucap sastra yang kadang-kadang menyalahi
kaidah bahasa yang baku. Hal itu disebabkan oleh ke perluan
penyampaian pikiran dalam karya sastra. Pada umumnya, bahasa yang
dipergunakan dalam karya sastra berbeda dari bahasa dalam karya yang
bukan sastra. Karena itu, para pembaca patutlah menyadari hal itu agar
tidak selalu ada kesalahpahaman dalam penerimaan maksud dan
tujuannya.
Sastra dapat dimanfaatkan dalam pendidikan bangsa. Jadi, mutu
karya sastra Indonesia dan daerah, perlu juga ditingkatkan. Penelitian
dalam bidang sastra perlu digalakkan agar perkembangan, mutu, bahkan
variasi sastra dapat tetap dipantau demi pembinaan dan pengembangan
sastra pada umumnya.


2.2 Tindak Lanjut
(1) Cara konkret untuk menaikkan mutu dan jumlah karya sastra perlu
diupayakan.
(2) Pendidikan intelektual secara terencana dan terarah perlu
dikembangkan agar dapat menumbuhkan selera intelektual dan
sekaligus melahirkan minat baca sastra.
(3) Tradisi pemasyarakatan sastra melalui forum pertemuan ilmiah,
pementasan drama, serta pembacaan sajak dan novel perlu dirintis.
(4) Keberanian mengajak semua lapisan masyarakat sejak usian dini
untuk mengenal karya sastra perlu dikukuhkan kembali.
(5) Untuk menarik minat pembaca terhadap sastra perlu diciptakan
terbitan yang memperlihat kan "Wajah Indonesia dalam Sastra",
yang merupakan hasil penelitian sastra Indonesia, dan "Sastra
Budaya Bangsa", yang merupakan hasil penelitian sastra daerah.
Kedua terbitan itu diharapkan dapat ditampilkan pada Kongres
Bahasa Indonesia Keenam.
(6) Perencanaan pembinaan dan pengembangan sastra dalam
menentukan arah perkembangan sastra di Indonesia perlu disusun.
(7) Buku teori dan kritik sastra yang relevan dengan karya sastra
Indonesia, yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para guru sastra
dan peneliti sastra perlu disusun.
(8) Penelitian puisi, prosa, dan drama perlu ditingkatkan. Untuk itu,
diperlukan pola penelitian sastra yang menyeluruh, terpadu, dan
bertahap, dengan program yang terperinci yang dapat memberikan
gambaran kesastraan Indonesia.
(9) Tenaga peneliti sastra perlu dididik dan dikembangkan wawasannya.
Mata kuliah metode penelitian sastra sebaiknya diwajibkan
di setiap perguruan tinggi yang mempunyai jurusan sastra dan
bahasa agar tumbuh barisan peneliti yang berkualitas.
(10) Kritikus sastra perlu disertakan dalam penyusunan kurikulum
sekolah lanjutan untuk ikut menentukan karya-karya yang cocok
bagi pengajaran.


3. Pengajaran Bahasa


3.1 Simpulan Umum
Tujuan pendidikan bahasa Indonesia adalah membina keterampilan
peserta didikan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam
upaya meningkatkan mutu manusia Indonesia sebagai bekal
menghadapi kehidupan masa kini dan mendatang. Tujuan pendidikan
bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan
pendidikan nasional.


Dalam mencapai tujuan pendidikan bahasa Indonesia, kurikulum
bahasa, buku pelajaran bahasa, metode belajar-mengajar bahasa, guru,
lingkungan keluarga serta masyarakat, dan perpustakaan sekolah
memegang peranan penting. Kurikulum bahasa harus luwes dan dapat
mengembangkan kreativitas guru dalam kegiatan belajar-mengajar; isi
dan cara penyajian buku pelajaran bahasa harus menarik dan
menunjang pembinaan keterampilan berbahasa dengan baik dan benar;
metode belajar-mengajar harus dapat menumbuhkan interaksi gurupeserta
didikan sedemikian rupa sehingga mengembangkan didikan
kekritisan, kekreatifan, serta keresponsifan peserta didikan dalam
menghadapi pelajaran dan kehidupan; guru bahasa dan guru nonbahasa
di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, serta lingkungan keluarga dan
masyarakat, harus dapat memberikan teladan berbahasa dengan baik
dan benar; dan jumlah serta jenis buku perpustakaan sekolah perlu
ditingkatkan.
Bahasa daerah di wilayah tertentu dapat dijadikan mata pelajaran
tanpa menggangu pendidikan bahasa Indonesia. Karena itu, kurikulum,
buku pelajaran, metode pengajaran, dan sarana lain pendidikan bahasa
daerah perlu dikembangkan.
Bahasa asing tertentu diajarkan di sekolah terutama dengan tujuan
membina kemampuan memahami dan memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang diungkapkan dalam buku atau terbitan yang
berbahasa asing.


3.2 Tindak Lanjut
(1) Kurikulum bahasa yang berlaku di sekolah dasar dan menengah
perlu segera disempurnakan dengan memperhatikan aspek
psikologis dan sosio-linguistik bahasa serta keluwesan dan
kesinambungan isi.
(2) Pendidikan dan pengajaran bahasa hendaknya lebih menekankan
keterampilan berbahasa dan aspek apresiasi sastra daripada aspek
teori kebahasaan.
(3) Buku pelajaran bahasa yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan untuk sekolah dasar dan menengah
perlu segera ditingkatkan isi, mutu, serta cara penyajiannya.
(4) Untuk meningkatkan serta memperluas wawasan guru bahasa di
sekolah dasar dan menengah perlu segera disusun dan
dikembangkan berbagai buku acuan seperti buku panduan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tata bahasa
pedagogis, dan panduan pengajaran bahasa komunikatif. Di
samping itu, penataran guru bahasa perlu ditingkatkan dalam hal
pengelolaan, kurikulum, metode, penyusunan bahan pelajaran.
(5) Pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi di luar jurusan
sastra Indonesia hendaknya merupakan kebijakan nasional dan
dipadukan dalam mata kuliah dasar umum.
(6) Para pembina pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri perlu
menjalin kerja sama dalam pengadaan bahan pengajaran dan
pertukaran pengalaman dan informasi.
(7) Pemerintah Indonesia perlu membantu pengembangan lembaga
pendidikan di luar negeri yang mengajarkan bahasa Indonesia,
dengan menjalin kerja sama, antara lain dengan ikut menyediakan
tenaga pengajar Indonesia untuk mengajar di luar negeri
menyediakan bahan pengajaran, memberikan informasi kebahasaan
yang mutakhir, dan memberikan kemudahan kepada para
siswa yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang bahasa,
sastra, dan kebudayaan Indonesia.
(8) Pembentukan pusat pengkajian internasional tentang bahasa
Indonesia perlu dipertimbangkan.


4. Pengajaran Sastra


4.1 Simpulan Umum
Simpulan umum yang ditetapkan dalam pengajaran sastra adalah
sebagai berikut.
(1) Diperlukan kesempatan yang lebih luas untuk mendorong
kreativitas guru dan peserta didikan di dalam pelaksanaan
pengajaran sastra fungsi kurikulum pengajaran bahasa Indonesia
sebagai pedoman pengajaran tidak menjelma menjadi kendali yang
terlalu ketat yang menghilangkan ruang gerak bagi inisiatif guru dan
peserta didikan.
(2) Pengajaran sastra Indonesia sebagai pengajaran yang struktural
fungsional dibangun di atas landasan ilmu sastra yang relevan,
hasil sastra, dan ilmu pendidikan.
(3) Tujuan pengajaran sastra adalah menumbuhkan dan mengembangkan
akal budi peserta didikan melalui kegiatan pengalaman
sastra, yaitu beapresiasi dan berekspresi sastra, dan melalui
kegiatan penelahaan masalah sastra sehingga timbul kegemaran
membaca dan menghargai sastra sebagai sesuatu yang bermakna
bagi kehidupan.
(4) Bahan pengajaran sastra selayaknya mencakupi:
a) karya sastra, berupa cerita rekaan, puisi, dan drama, yang telah
terpilih dari segi kualitas dengan mempertimbangkan
keragaman dalam hal jenis bantuk, tema, serta zaman, dan
tingkat kesulitan serta kesesuaiannya dengan keadaan peserta
didikan.
b) pengetahuan tentang sastra (teori dan sejarah sastra) sebagai
perlengkapan berpikir peserta didikan yang berguna untuk
memperoleh pengalaman dan penikmatan sastra yang lebih
mendalam. Bahan tersebut dapat menghindari pengetahuan
yang semata-mata teoretis yang menjadi beban hafalan.
(5) Dalam pengajaran sastra diperlukan proses belajar-mengajar yang
sekaligus melibatkan pengalaman, pengetahuan, dan penilaian
peserta didikan terhadap sastra secara langsung sehingga terjadi
interaksi dinamis antara peserta didikan, karya sastra, dan guru.
Kegiatan belajar menjadi media untuk melahirkan dan menguji
gagasan serta melakukan penerokaan dan pemikiran lebih lanjut
tentang sastra dan hubungannya dengan kehidupannya.
(6) Guru sastra memerlukan keleluasan mempersiapkan diri berupa
membaca dan memilih karya sastra, menyusun bahan, dan
menciptakan model pengajaran, serta melaksanakan dan mengevalusasi
hasilnya. Tugasnya mengajarkan sastra yang dirangkap
dalam mengajarkan bahasa tidak dapat dijalankan dengan leluasa.
Karena itu, hendaknya diadakan pembagian tugas di antara para
guru, yaitu guru yang bertugas sebagai pengajar sastra dan guru
yang bertugas sebagai pengajar bahasa.
(7) Para peserta didikan diwajibkan membaca karya sastra yang sudah
terpilih sebagai bahan pengajaran sastra. Di dalam kelas peserta
didikan diberi keleluasaan melahirkan pendapatnya sendiri. Dengan
bimbingan guru peserta didikan menemukan butir persamaan dari
pendapat itu dalam rangka membangun makna sastra bagi dirinya
sendiri.
(8) Tersedianya buku dan majalah yang berisi karya sastra, khususnya
yang telah terpilih sebagai bahan pengajaran sastra, merupakan
syarat untuk penyelenggaraan pengajaran sastra. Hendaknya di
setiap sekolah tersedia bahan berupa karya sastra dengan jumlah
yang mencukupi keperluan belajar peserta didikan.
(9) Hubungan antara sastra Indonesia dan berbagai ragam sastra
Nusantara sangat erat. Pengajaran sastra yang memperlakukan
karya sastra Indonesia dan daerah dalam satu Wawasan Sastra
Nusantara, akan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didikan
akan Wawasan Nusantara.


4.2 Tindak Lanjut
(1) Bahan pengajaran sastra selayaknya dikurangi sehingga guru dan
peserta didikan untuk melakukan pembinaan dan kreativitas.
(2) Para guru perlu diberi kesempatan untuk meningkatkan kegiatan
membaca karya sastra dan meningkatkan kreativitasnya dalam
mengajarkan sastra.
(3) Di lingkungan sekolah perlu diambil inisiatif intern untuk
mengadakan pembagian tugas di antara para guru sehingga
pengajaran bahasa dan pengajaran sastra tidak dirangkap oleh
seorang guru.
(4) Hendaknya disusun senarai buku sastra (cerita rekaan, puisi, dan
drama) yang wajib dibaca oleh peserta didikan pada setiap jenis
dan jenjang sekolah. Buku karya sastra yang diwajibkan itu harus
tersedia di setiap sekolah.
(5) Perlu dilakukan penelitian dan penyusunan bahan pengajaran
sastra untuk setiap jenis dan jenjang persekolahan.
(6) Mengingat pengajaran drama di sekolah harus ditangani oleh orang
yang mengerti dan mampu bermain drama, diusulkan agar dibuka
jurusan drama di lembaga pendidikan tinggi yang memberikan
kewenangan kepada lulusannya untuk menjadi guru drama di
sekolah.
Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top