Fakta-Fakta tentang BahasaIndonesia


Dikutip dari buku Masa-Masa Awal Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana)
  • Wawasan tentang bahasa Indonesia merupakan rintisan dari Ki Hajar Dewantara, M. Tabrani, Soemanang, dan Soedarjo.
  • Hari kelahiran bahasa Indonesia adalah 2 Mei 1926 atas usulan M. Tabrani dan tahun 1928 adalah saat diterimanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.
  • Bahasa Melayu telah menjadi lingua franca sejak dahulu. Dalam hal ini, belum ada bangsa Indonesia. Yang ada adalah bangsa Melayu, bangsa Aceh, bangsa Jawa, bangsa Bugis, dll.) Penerimaan bahasa Melayu ini adalah bentuk kearifan suku-suku bangsa yang ada di wilayah Indonesia.
  • Meskipun demikian, ada dokumen yang mengutarakan secara eksplisit tentang potensi bahasa Melayu sebagai bahasa yang akan digunakan sebagai alat komunikasi bersama di antara suku bangsa yang ada di Indonesia. Dokumen tersebut adalah sebuah pidato yang disampaikan dalam kongres guru-guru di Den Haag.
  • Dalam Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag Negeri Belanda tanggal 28 Agustus 1916, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) membentangkan prasaran yang berjudul “Welke plaats behooren bij het onderwijs in te nemen, eensdeels de inheemsche talen (ook het Chineesch en Arabisch) anderdeels het Nederlandsch?”
  • Dalam prasaran tersebut, Ki Hadjar Dewantara menyebutkan sebuah kalimat dalam bahasa Belanda yang artinya sebagai berikut.
  • “Bahasa Melayu, yang untuk mempelajarinya sedikit mempersyaratkan kemampuan filologis dan yang sejak lama menjadi bahasa pengantar di antara penutur asli dan juga di antara penutur pribumi dari pelbagai bagian Insulinde, pada masa yang akan datang akan menjadi bahasa yang cocok untuk seluruh Hindia.”
  • Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kearifan Ki Hadjar Dewantara yang sebenarnya adalah orang suku Jawa. Kearifan tersebut pun bisa dikatakan sebagai aspirasi suku-suku bangsa lain yang terbukti dengan tidak adanya penolakan atas bahasa Melayu yang diadopsi sebagai bahasa bahasa Indonesia.
  • Pasca-Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, kemajuan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan tidak sebanding dengan usaha mengasuh bahasa sehingga pada saat itu bahasa Indonesia dikatakan cukup kacau. Kekacauan bahasa Indonesia itulah yang menjadi pemicu Kongres Bahasa Indonesia 1 pada 25—28 Juni 1938 di Solo yang memiliki tujuan untuk mencari pegangan bagi semua pemakai bahasa, mengatur bahasa, dan mengusahakan agar bahasa Indonesia tersebar luas. Pencetus Kongres Bahasa Indonesia 1 adalah Raden Mas Soedarjo Tjokrosisworo, wartawan harian Soeara Oemoem Surabaya yang pada waktu itu rajin sekali menciptakan istilah-istilah baru dan yang sangat tidak puas dengan pemakaian bahasa dalam surat-surat kabar Cina.
  • Kongres Bahasa Indonesia mendapat tanggapan yang positif dari berbagai pihak karena munculnya gagasan-gagasan yang orisinal, misalnya prasaran Takdir Alisjahbana untuk mengatur bahasa secara lebih baik dengan menyusun tata bahasa Indonesia yang baru. Meskipun demikian, bahasa Indonesia pasca-KBI tidak mengalami perkembangan yang berarti, bahkan ada kesan bahwa kongres ini cepat dilupakan orang.
  • Kesunyian perkembangan bahasa Indonesia ditutup dengan datangnya penjajah baru, tentara Jepang. Kedatangan bangsa Jepang merupakan awal periode baru dalam sejarah bahasa Indonesia. Ini terjadi karena saat kekuasaan Jepang, bangsa Indonesia dilarang menggunakan bahasa Belanda dan diharuskan menggunakan bahasa Indonesia. Tulisan-tulisan yang telah menggunakan bahasa Belanda harus diganti dengan bahasa Indonesia.
  • Bahasa Indonesia yang pada awalnya muncul dari tekad mempersatukan seluruh bangsa yang dijajah Belanda dan upaya membedakannya dari bahasa Melayu akhirnya benar-benar berbeda dengan bahasa Melayu.
  • Bahasa berwujud bukan hanya semata-mata karena ada sistem ujaran yang diucapkan yang membentuk dan terbentuk dari sistem makna sendiri, melainkan lebih-lebih karena sikap, persepsi, dan kesepakatan penuturnya. Meskipun dari struktur secara garis besar tampak sama, bila penutur menyatakan bahwa kedua bahasa itu berlainan, jadilah bahasa yang berlainan karena faktor struktur semata-mata tidak menentukan eksistensi dan identitas bahasa, tetapi faktor sosial psikologislah yang lebih kuat.









                                                                                                                                    

  • Bahasa Melayu di Asia Tenggara yang semula berada di bawah Kerajaan Johor-Riau terpecah menjadi dua dengan ditandatanganinya Traktak London 1824 yang membagi wilayah ini mejadi dua yaitu di bawah kekuasaan Inggris dan di bawah kekuasaan Belanda.



Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top