Berdasarkan etimologi (asalusul bentuk kata), kata drama berasal dari bahasa Yunani dram yang berarti gerak. Tontonan drama memang menonjolkan percakapan (dialog) dan gerak-gerik para pemain (akting) di panggung. Percakapan dan gerak-gerik itu memeragakan cerita yang tertulis dalam naskah. Dengan demikian, penonton dapat langsung mengikuti dan menikmati cerita tanpa harus membayangkan. 

Hal ini akan tampak nyata bila kita bandingkan dengan cerita pendek atau novel. Pembaca cerita pendek atau novel harus aktif membayangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi, gerak-gerik tokoh, dan percakapannya. Namun, dalam drama hal itu tidak perlu dilakukan oleh penonton karena semuanya sudah diperagakan/ditampilkan secara lengkap di atas panggung.

Drama sering disebut sandiwara atau teater. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa sandi yang berarti rahasia dan warah yang berarti ajaran. Sandiwara berarti ajaran yang disampaikan secara rahasia atau tidak terang-terangan. Mengapa? Karena lakon drama sebenarnya mengandung pesan/ajaran (terutama ajaran moral) bagi penontonnya. Penonton menemukan ajaran itu secara tersirat dalam lakon drama. Misalnya, orang yang mcnebar kejahatan akan menuai kehancuran.

Kata teater dipungut dari bahasa Inggris theater yang berarti gedung pertunjukan atau dunia sandiwara. Kata the-ater bahasa Inggris itu berasal dari bahasa Yunani theatron yang artinya takjub melihat. Mungkin, banyak penonton merasa takjub dan puas menyaksikan tontonan drama yang dipentaskan di panggung itu.

Dewasa ini kata teater mempunyai dua makna. Pertama, teater yang berarti gedung pertunjukan, yaitu tempat diselenggarakannya suatu pertunjukan. Di tempat ini penonton berkumpul bersama-sama menyaksikan dan menikmati tontonan yang dipentaskan. Kedua, teater yang berarti bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak. Bentuk tontonan ini biasanya mempunyai nama untuk menandai grup satu dengan grup lainnya. Misalnya, Teater Koma, Teater Kerikil, dan Teater Ada.

Teater sebagai tontonan mempunyai dua bentuk, yaitu teater tradisional dan teater modern. Teater tradisional tidak menggunakan naskah. Sutradara hanya menugasi para pemain untuk memerankan tokoh tertentu dari lakon yang dipentaskan. Pengarahan hanya dilakukan seperlunya. Pemain tidak menghafalkan naskah baik dalam berbicara maupun dalam bergerak. Karena ticlak ada naskah inilah para pemain berbicara dan bergerak sesuai dengan kemampuan spontanitas masing-masing. Risiko gagal tentu saja amat besar, lebih-lebih bagi pemain pemula atau pemain amatir. Yang termasuk teater tradisional, antara lain ludruk (Jawa Timur), ketoprak (Jawa Tengah), dan lenong (Jawa Karat).

Sebaliknya, teater modern menggunakan naskah. Naskah ini dipegang teguh, dipatuhi, dan dilaksanakan seluruhnya. Penataan panggung, pengaturan lampu, musik pengiring, dan lain-lain, semuanya mengikuti naskah. Percakapan pemain dan gerak-geriknya pun harus sama dengan yang tertulis dalam naskah. Karena itu, para pemain menghafalkan naskah dan berlatih berulang-ulang supaya percakapan (dialog) dan gerak-geriknya (akting) sesuai dengan yang dikehendaki naskah. Jadi, yang ditampilkan di panggung itu benar-benar perwujudan dari naskah yang digunakan.

Dari penjelasan di alas agaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa drama dalam masyarakat kita mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak. 

Dalam arti sempit, drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung, disajikan dalam hentuk dialog dan gerak berdasarkan naskah, didukung tata panggung, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata husana. Dengan kata lain, drama dalam arti luas mencakup teater tradisional dan teater modern, sedangkan drama dalam arti sempit mengacu pada drama modern saja.


***
Sumber: Terampil bermain drama Oleh Asul Wiyanto


Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top