HASIL KEPUTUSAN KONGRES BAHASA INDONESIA KETIGA
Jakarta, 28 Oktober3 November 1978

Kongres Bahasa Indonesia Ketiga, yang berlangsung dari Sabtu
tanggal 28 Oktober sampai dengan hari Jumat tanggal 3 November 1978
di Hotel Indonesia Sheraton, Jakarta, dengan memperhatikan Pidato
Peresmian Pembukaan Kongres Bahasa Indonesia Ketiga oleh Presiden
Republik Indonesia, Suharto, pada tanggal 28 Oktober 1978 dan pidato
pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef,
pada tanggal 30 Oktober 1978, serta setelah mendengarkan kertaskertas
kerja yang disajikan dan dibahas secara mendalam, baik dalam
sidang-sidang lengkap maupun di dalam sidang-sidang kelompok,
mengambil keputusan berupa kesimpulan dan usul tindak lanjut dalam
hubungan dengan masalah pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia dalam kaitannya dengan:
a. kebijaksanaan kebudayaan, keagamaan, sosial, politik, dan
ketahanan nasional;
b. bidang pendidikan;
c. bidang komunikasi;
d. bidang kesenian;
e. bidang linguistik;
f. bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keputusan yang diambil adalah sebagai berikut.
1. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam
Kaitannya dengan Kebijaksanaan Kebudayaan, Keagamaan,
Sosial, Politik, dan Ketahanan Nasional

1.1 Kesimpulan Umum
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam
jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana
pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan
kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di
dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari
kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern
sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai
oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran
secara eksplisit. Ciri-ciri cara berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan
sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi masyarakat
Indonesia. Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai
sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan. Bahasa
Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga ia
memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit
konsep-konsep yang rumit dan abstrak serta hubungan antara konsepkonsep
itu satu sama lain. Untuk mencapai tujuan ini harus dijaga agar
senantiasa terdapat keseimbangan antara kesanggupan bahasa
Indonesia berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah dan identitasnya
sebagai bahasa nasional Indonesia.

Identitas kebangsaan Indonesia dimanifestasikan bukan saja oleh
bahasa Indonesia, melainkan juga oleh bahasa-bahasa daerah. Oleh
karena itu, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
diimbangi dengan pembinaan dan pengembangan bahasa derah sesuai
dengan Penjelasan Bab XV Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945. Di
dalam hubungan ini diperlukan adanya keseimbangan antara sikap
bahasa yang positif, baik terhadap bahasa Indonesia maupun terhadap
bahasa daerah dan perilaku berbahasa, dan antara sikap bahasa
perseorangan dan sikap bahasa bangsa yang dinyatakan di dalam
kebijaksanaan bahasa nasional.
Sejarah kebangsaan Indonesia memperlihatkan bahwa perkembangan
bahasa Indonesia memiliki hubungan isi-mengisi dengan
perkembangan kehidupan pedesaan, serta kehidupan politik di Indonesia.
Perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik telah
mewarnai perkembangan bahasa Indonesia. Sebaliknya, bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan sarana komunikasi antardaerah,
antarsuku, dan antarbudaya telah memungkinkan terjadinya perkembangan
kehidupan kebudayaan, keagamaan, sosial, ekonomi, dan politik
seperti yang kita miliki hingga saat ini. Dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia yang semula merupakan sarana pembebasan dari kekangan
stratifikasi sosial, dewasa ini menunjukkan kecenderungan ke arah
pembedaan kedudukan sosial dalam masyarakat. Kecenderungan ini
perlu diatasi demi keutuhan identitas masyarakat Indonesia sebagai
masyarakat yang demokratis.

Di dalam hubungan dengan peningkatan isi dan makna kemerdekaan
Indonesia bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia dan
peningkatan kewibawaan serta identitas bangsa Indonesia di dalam
pergaulan masyarakat antarbangsa, terutama dalam lingkungan Persatuan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), bahasa Indonesia
merupakan sarana yang diandalkan untuk meningkatkan ketahanan
nasional, yaitu kondisi dinamik yang ditandai oleh adanya keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional. Hanya dengan wibawa yang besar dan identitas yang tegas
dan nyata, bangsa Indonesia dapat memainkan peranan yang
berpengaruh di dalam pergaulan masyarakat dunia.
Bahasa Indonesia dapat dikembangkan dan diperkaya dengan
unsur-unsur bahasa derah dan, apabila perlu, dengan unsur-unsur
bahasa asing. Unsur-unsur serapan itu haruslah terbatas pada unsurunsur
yang sangat diperlukan dan yang padanannya yang tepat tidak
terdapat di dalam bahasa Indonesia.

1.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungan dengan kesimpulan
umum di atas adalah sebagai berikut.
a. Karena kebijaksanaan bahasa nasional merupakan bagian integral
kebijaksanaan kebudayaan nasional, dan disusun dalam konteks
kebijaksanaan kebudayaan nasional itu, perlu segera diadakan
Kongres Kebudayaan Nasional dengan mengikutsertakan tokohtokoh
nasional yang berpengalaman dalam bidang kebudayaan,
keagamaan, sosial, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.
b. Pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional memerlukan partisipasi
segenap lapisan masyarakat. Dalam hubungan ini perlu
dibentuk Dewan Nasional Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
yang berfungsi mengarahkan pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan bahasa dan yang berpengalaman dalam bidang
kebudayaan, keagamaan, sosial, politik, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan.
c. Sikap bahasa yang positif, perilaku berbahasa, dan kebiasaan
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar perlu ditingkatkan,
terutama di kalangan generasi muda. Untuk mencapai tujuan ini
perlu dikembangkan lingkungan yang positif pula. Dalam hubungan
ini, iklan serta papan nama toko, perusahaan, dan lain-lain yang
tertulis dalam bahasa asing perlu diindonesiakan.
d. Untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan cara
berpikir ilmiah, buku-buku dan bahan kepustakaan ilmiah lain yang
tertulis dalam bahasa asing perlu disebarluaskan dengan jalan
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk mencapai tujuan
ini perlu segera dibentuk Badan Penerjemahan Nasional dengan
wewenang, dana, dan tenaga profesional yang cukup.
e. Keseimbangan antara sikap bahasa yang positif dan perilaku
berbahasa dapat dicapai dengan menjadikan kemahiran berbahasa
Indonesia sebagai salah satu prasyarat keprofesian dan
kepegawaian dalam sektor pemerintah, baik dalam lingkungan sipil
maupun dalam lingkungan militer serta dalam sektor swasta. Oleh
karena itu, diperlukan sarana perundang-undangan untuk mengatur
penggunaan kemahiran bahasa Indonesia sebagai salah satu
prasyarat keprofesian dan kepegawaian.

2. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam
Kaitannya dengan Bidang Pendidikan

2.1 Kesimpulan Umum
Perkembangan bahasa Indonesia seperti yangkita miliki dewasa ini telah
dimungkinkan oleh usaha para pendidik. Sebaliknya, perkembangan
pendidikan kebangsaan kita telah dimungkinkan berkat adanya bahasa
Indonesia.
Bidang pendidikan merupakan wadah dan lingkungan formal yang
harus menerima anak didik dari semua suku bangsa di Indonesia. Oleh
karena itu, dan sesuai pula dengan pokok-pokok kebijaksanaan
pendidikan dan kebudayaan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,
maka kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam hubungannya
dengan pendidikan nasional adalah (1) sebagai mata pelajaran dasar
dan pokok, dan (2) bahasa pengantar di semua jenis dan jenjang
sekolah.

Bahasa daerah masih dapat dipakai untuk membantu bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di kelas satu sampai dengan kelas
tiga sekolah dasar di daerah-daerah yang masih memerlukannya. Di
samping itu, bahasa daerah dapat pula diajarkan sebagai mata
pelajaran.

Bahasa asing tertentu diajarkan di sekolah untuk sarana komunikasi
antarbangsa dan untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi
dari buku-buku berbahasa asing.

Sehubungan dengan pemakaian tiga kelompok bahasa yang
dikemukakan di atas, hal yang tidak menggembirakan ialah kenyataan
bahwa pada sebagian anggota masyarakat terjadi percampuradukan
pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa daerah atau bahasa Indonesia
dan bahasa asing mungkin dapat diatasi dengan pemakaian bahasa
Indonesia secara baik dan benar oleh semua guru.

Perolehan bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang berjalan secara
alamiah jalin-berjalin dengan perkembangan persepsi, daya abstraksi,
perasaan, dan pengetahuan seorang anak. Oleh karena itu, proses
belajar-mengajar bahasa Indonesia dengan pendekatan makro yang
mencakup pembinaan melalui semua mata pelajaran dan lingkungan
sosial yang lebih luas akan lebih menguntungkan.
Masukan (input) instrumental pendidikan bahasa mencakup
kurikulum, guru, dan sarana pendidikan. Kurikulum pendidikan bahasa
Indonesia pada semua jenjang sekolah harus berkesinambungan. Guru
yang memegang peranan kunci dalam proses mengajar tidak selalu
menggembirakan kualifikasi dan jumlahnya. Demikian pula halnya
dengan sarana pendidikan seperti buku-buku pelajaran dan buku
bacaan.

Khusus mengenai buku-buku terdapat beberapa masalah. Pertama,
jumlah dan jenis buku yang diperlukan oleh guru dan murid belum
memadai. kedua, perpustakaan sekolah yang bertanggung jawab untuk
pembinaan buku-buku dan media bacaan lainnya belum berkembang
sebagaimana mestinya; petugas perpustakaan sangat kurang. Ketiga,
buku-buku pelajaran masih banyak yang belum memenuhi syarat, baik
dari segi ejaan dan tanda baca maupun dari segi bahasa dan isinya.
Minat baca di kalangan murid pada umumnya cukup memadai,
kecuali minat baca untuk buku ilmu pengetahuan. Dukungan yang
diperlukan untuk pengembangan minat baca ternyata masih kurang
dalam pengajaran bahasa Indonesia.

Pelajaran sastra belum merupakan mata pelajaran yang mandiri.
Sastra diajarkan sebagai sambilan dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Tenaga pengajar dan buku yang diperlukan masih kurang.
Keterampilan berbahasa Indonesia di kalangan tamatan sekolah
dasar dan sekolah lanjutan ternyata belum memenuhi syarat minimum
bagi penggunaan bahasa Indonesia, baik untuk kepentingan pendidikan
tinggi maupun untuk kepentingan komunikasi umum di dalam
masyarakat. Keadaan ini perlu segera diatasi.

Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar di kalangan
masyarakat umum, termasuk para pejabat, di luar lembaga pendidikan
formal perlu ditingkatkan.

2.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungan dengan kesimpulan
umum di atas adalah sebagai berikut.
a. Untuk meningkatkan mutu keterampilan berbahasa Indonesia di
kalangan tamatan sekolah dasar dan sekolah lanjutan mutu
pelajaran harus segera diperbaiki dengan jalan menyediakan bahan
pengajaran yang bermutu, mengembangkan metode dan sarana
pengajaran yang lebih baik, dan meningkatkan mutu pendidikan guru
sesuai dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar
dan lanjutan. Selain itu, guru-guru terutama guru-guru bahasa
Indonesia harus segera diberi penataran dalam keterampilan
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, penggunaan metode
dan sarana pengajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan
pengembangan inovasi pendidikan kebahasaan.
b. Kebiasaan dan keterampilan menulis, termasuk menulis laporan
ilmiah, harus dikembangkan mulai dari tingkat pendidikan dasar
sampai tingkat pendidkan tinggi. Sejalan dengan itu, perlu pula
dikembangkan keterampilan membaca cepat.
c. Perlu segera diadakan penelitian mengenai masalah-masalah
kongkret tentang keserasian kurikulum bahasa Indonesia di semua
jenis dan jenjang sekolah dan kemampuan sarana penunjang seperti
buku-buku murid, penuntun guru, perpustakaan, dan alat peraga.
d. Peranan perpustakaan sekolah perlu ditingkatkan dan buku-buku
dilengkapi. Guru perlu ditatar untuk menjadi guru pustakawan.
e. Buku-buku pelajaran perlu diteliti dan dievaluasi ketepatan isinya
dan keserasian bahasanya. Harga buku perlu diturunkan agar dapat
terjangkau oleh daya beli orang tua murid.
f. Keragaman buku pelajaran untuk murid-murid yang berbeda latar
belakang bahasa ibunya atau tingkat kemampuan bahasa
Indonesianya perlu dikembangkan.
g. Untuk mempercepat proses evaluasi buku, maka wewanang
pelaksanaannya perlu diserahkan kepada tim daerah. Tim ini dapat
dibentuk pada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Keanggotaan tim harus mewakili ahli bahasa, ahli
pendidikan, dan ahli bidang studi yang bersangkutan.
h. Untuk menghilangkan keraguan di lapangan, perlu dikeluarkan
petunjuk yang jelas tentang masalah bahasa pengantar di sekolah,
termasuk kedudukan bahasa daerah sebagai pembantu bahasa
pengantar di kelas-kelas awal sekolah dasar.
i. Dalam rangka peningkatan pengajaran sastra, perlu disusun
kurikulum yang serasi.
j. Dalam rangka penerapan pendekatan makro, perlu disusun
pedoman untuk kepala sekolah dan para guru. Tugas guru yang
mengajarkan bidang studi nonbahasa adalah mengembangkan
kemampuan murid dalam memahami uraian lisan dan bahan bacaan
dalam bidang studi masing masing dengan tepat. Juga diperlukan
latihan melakukan sintetis, analisis, dan evaluasi konsep-konsep
dalam bidang studi dengan bahasa yang tepat.
k. Perlu ada kebijaksanaan yang menyeluruh tentang pembinaan guru
bahasa Indonesia. Untuk mendapatkan guru dengan baik, perlu
dipikirkan masalah calon guru di SPG dan IKIP, masalah
pengangkatan dan pembinaan karier melalui penataran, dan
pendidikan lanjutan.
l. Sehubungan dengan pendidikan luar sekolah, perlu ditingkatkan
pemberantasan buta huruf Latin dan buta bahasa Indonesia.
m. Dalam rangka pembinaan bahasa daerah, perlu diberikan tempat
dan waktu yang wajar padanya dalam kurikulum sekolah.
n. Mutu pengajaran bahasa asing, terutama bahasa Inggris perlu
segera ditingkatkan dengan tujuan memungkinkan penggunaannya
sebagai sarana penggali kekayaan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern serta sarana komunikasi antarbangsa.

3. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam
Kaitannya dengan Bidang Komunikasi

3.1 Kesimpulan Umum
Media massa merupakan salah satu sarana yang penting untuk
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam rangka
pembangunan bangsa karena media massa memiliki pengaruh yang
luas dalam masyarakat. Dalam hubungan itu media massa telah
memberikan sumbangan yang berharga dengan pertumbuhan bahasa
Indonesia. Akan tetapi, kenyataan juga menunjukkan adanya kelemahan
dalam pemakaian bahasa Indonesia melalui media massa, baik secara
tertulis maupun lisan. Misalnya, ada kata yang cenderung kehilangan
maknanya yang sesungguhnya dalam ragam lisan belum ada lafal baku.
Di samping itu, dalam keadaan atau kesempatan tertentu masih dipakai
bahasa daerah atau bahasa asing.

3.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungan dengan kesimpulan di
atas adalah sebagai berikut.
a. Untuk mencegah erosi bahasa perlu diadakan penelitian mendalam
tentang sebabsebabnya.
b. Kerja sama antara wartawan dan ahli bahasa dalam penumbuhan
bahasa Indonesia perlu digalakkan.
c. Perlu diadakan penataran bahasa Indonesia untuk wartawan surat
kabar, televisi, dan radio, baik pemerintah maupun swasta.
d. Pejabat negara, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah
dalam segala jenjang hendaknya berusaha menggunakan bahasa
Indonesia yang lebih cermat, baik dalam komunikasi resmi maupun
dalam pergaulan sehari-hari.
e. Perlu dipikirkan kemungkinan penempatan ahli-ahli bahasa di
kantor-kantor Pemerintah dan swasta untuk memantapkan
penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan masing-masing.
f. Sebaiknya, surat kabar dan majalah berbahasa Indonesia
menyediakan "Pojok Bahasa" yang memuat petunjuk praktis
penggunaan bahasa Indonesia.
g. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersama dengan
Dewan Pers dan lembaga lain hendaknya segera menyusun
pedoman lafal baku bahasa Indonesia yang didasarkan atas
penelitian, antara lain, untuk penyiar televisi dan radio.
h. Sebaiknya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, pers,
televisi, serta radio dapat melakukan kerja sama yang lebih efektif
dalam usaha keefisienan pengembangan bahasa Indonesia yang
baik dan baku.

4. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam
Kaitannya dengan Bidang Kesenian

4.1 Kesimpulan Umum
Bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam banyak karya sastra, cerita
anak-anak, lagu, teater, dan film menunjukkan adanya ketimpangan.
Dalam hal sastra dan buku anak-anak, hal itu disebabkan oleh
penggunaan bahasa yang kurang sempurna dari kebanyakan pengarang
kita, di samping masih tidak pastinya peranan redaktur dalam
penerbitan.

Dalam hal penerbitan cerita anak-anak, pengarang perlu memberi
keleluasan kepada penerbit untuk mengubah bahasa karangannga agar
sesuai dengan usia dan lingkungan anak-anak. Bacaan anak-anak
memegang peranan penting dalam usaha peningkatan imajinasi dan
kecerdasan anak; dengan demikian, kecermatan pemakaian bahasa
merupakan faktor yang sangat penting. Dalam syair lagu ketimpangan
itu, antara lain, diakibatkan oleh tidak adanya patokan yang pasti tentang aksen bahasa Indonesia sehingga para komponis tidak mempunyai
pegangan untuk menyesuaikannya dengan melodi.

Pemakaian bahasa Indonesia dalam film belum dilakukan sebaikbaiknya
sebab film lebih banyak merupakan barang dagangan pemburu
keuntungan bagi pengusaha; penulis skenario yang dipilihnya
kebanyakan tidak menguasai teknik penulisan yang baik.
Bahasa Indonesia semakin banyak juga dipergunakan untuk
menerjemahkan karya sastra tradisional dan teater tradisional. Usaha
untuk menyebarluaskan jangkauan teater-teater tradisional, yaitu dengan
cara mengindonesiakan cakapannya kadang-kadang justru menurunkan
mutu teater yang bersangkutan karena terjadinya ketidakseimbangan
dalam struktur teater itu sendiri. Oleh karena itu, pengindonesiaan teater
tradisional harus dilakukan secara teliti dengan melibatkan lembaga
kebahasaan, lembaga pendidikan dan pengembangan kesenian, dan
seniman.

4.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungannya dengan kesimpulan
umum di atas adalah sebagai berikut.
a. Mengefektifkan pengajaran sastra di sekolah sekolah.
b. Menyediakan perpustakaan yang lengkap dan memadai.
c. Menerbitkan karyakarya asli berbahasa daerah.
d. Menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya asli berbahasa daerah
ke dalam bahasa Indonesia.
e. Merangsang penelitian dan pendalaman karya karya sastra daerah
yang bersangkutan.
f. Menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya sastra dunia ke dalam
bahasa Indonesia atau daerah.
g. Menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya sastra Indonesia dan
daerah ke dalam bahasa bahasa asing.
h. Menyusun suatu kebijaksanaan perbukuan secara nasional
sehingga setiap warga negara dapat memperoleh kesempatan
membaca buku dengan mudah dan murah.
i. Menggiatkan dan merngsang kreativitas para sastrawan kita dengan
menyediakan sarana untuk itu, misalnya, berupa majalah sastra
dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa daerah.
j. Mengadakan kegiatan pertemuan antara sastrawan, ahli sastra, dan
calon penggemar sastra (dalam rangka memasyarakatkan apresiasi
sastra).
k. Mewajibkan para penerbit memiliki editor.
l. Mengadakan penataran untuk tenaga editor.
m. Menggunakan tenaga editor yang diakui oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
n. Melakukan perekaman teater tradisional untuk kemudian diterbitkan
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
o. Mengadakan penelitian mengenai penggunaan syair untuk lagu-lagu
Indonesia, yang hasilnya dapat digunakan sebagai pengarahan
penciptaan lagu.
p. Melakukan penelitian kembali terhadap kaidah kaidah bahasa
Indonesia yang sudah ada, dan apabila ada kaidah yang sudah tidak
sesuai lagi, maka kaidah itu sebaiknya diperbaiki.
q. Memberi rangsangan kepada pengarang-pengarang yang
menyumbangkan tulisantulisan berharga kepada media massa.
r. Meningkatkan kecermatan pemakaian bahasa dalam bacaan anakanak,
termasuk penyesuaian dengan usia anak-anak.
s. Menumbuhkan kerja sama antara penerbit bacaan anak-anak
dengan lembaga-lembaga pendidikan dan psikologi yang ada.
t. Perpustakaan sekolah hendaknya benar-benar terbuka bagi anak
didik.

5. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dengan Kaitannya dengan Bidang Linguistik

5.1 Kesimpulan Umum
Bahasa Indonesia yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat
menunjukkan perkembangan berbagai ragam bahasa yang kaidahkaidahnya
lebih rumit daripada yang disangka orang. Kaidah bahasa
yang tercantum dalam buku tata bahasa dan yang diajarkan di sekolah,
tidak sepenuhnya lagi mencerminkan kenyataan orang berbahasa
dewasa ini. Ketidakserasian antara kaidah dan pemakaian bahasa yang
beragam-ragam itu kadang-kadang melahirkan kesangsian orang dalam
pemakaian bahasa yang baik dan benar.
Usaha agar Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
diterapkan secara dasar dan mantap oleh berbagai golongan dan
lingkungan masyarakat dalam ragam bahasa tulisan belum berhasil
seperti yang diharapkan.
Pengembangan kosa kata Indonesia yang tidak dilandasi oleh
wawasan bahasa yang baik kadang kadang menjurus ke pertumbuhan
yang kurang teratur.

5.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu diambil dalam hubungan dengan kesimpulan
umum adalah sebagai berikut.
a. Penguasaan kaidah ejaan resmi dan lafal yang baku perlu
ditingkatkan di kalangan masyarakat luas, termasuk instansi
Pemerintah dan swasta, lembaga pendidikan, dan sarana
komunikasi massa.
b. Tata bahasa yang menggambarkan norma-norma bahasa adab
dengan cara yang memadai perlu mendapat prioritas utama dalam
kegiatan pengembangan bahasa Indonesia. Tata bahasa deskriptif
itu kemudian dijabarkan untuk pelbagai tujuan pedagogis atau tujuan
praktis.
c. Kamus baku bahasa Indonesia perlu segera diterbitkan dan
disebarluaskan. Untuk tujuan itu penelitian di bidang leksikologi perlu
dilaksanakan dan para ahli berbagai bidang ilmu pengetahuan
diikutsertakan.
d. Kerja sama penelitian antara Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa dengan lembaga pendidikan tinggi perlu ditingkatkan.
e. Akronim yang dipakai di luar lingkungan khusus hendaknya disertai
bentuk lengkapnya jika mungkin terjadi gangguan komunikasi.
f. Pembakuan dan modernisasi segala segi bahasa Indonesia perlu
digalakkan dengan tujuan peningkatan penggunaan bahasa
Indonesia baku di dalam segala kegiatan pemakaiannya.
g. Perlu diadakan penelitian mengenai berbagai segi bahasa
Indonesia, seperti penggunaan kata ganti dan sapaan dalam
hubungan dengan demokratisasi masyarakat.
h. Perlu diatur transliterasi tulisan Arab untuk kepentingan keagamaan,
ilmiah, dan umum.

6. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam Kaitannya
dengan Bidang Ilmu dan Teknologi

6.1 Kesimpulan Umum
Oleh karena antara bahasa dan alam pemikiran manusia terdapat jalinan
yang erat, maka keberhasilan dari pemodernan itu sangat bergantung
kepada corak alam pemikiran manusia Indonesia yang merupakan hasil
sintesis antara nilainilai yang berakar pada kebudayaan etnis yang
tradisional dan nilainilai kebudayaan yang melahirkan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Proses sintesis itu dipikirkan sebagai suatu
proses yang mempertinggi potensi kreatif yang dapat menjelaskan suatu
kebudayaan yang khas Indonesia.

Ilmu pengetahuan dan teknologi modern merupakan faktor penting
dalam modernisasi, serta pengenalan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu dimasyarakatkan secara luas.
Pemasyarakatan ini hanya dapat diselenggarakan secara efektif dan
efisien apabila bahasa berfungsi sebagai penyebar konsepkonsep ilmu
pengetahuan dan teknologi itu.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemakai bahasa keilmuan di
Indonesia adalah ketidakseragaman istilah dan penamaan dalam satu
bidang disiplin sekalipun. Di dalam masing-masing ilmu pengetahuan
dan teknologi terdapat kecenderungan untuk membuat istilah-istilah dan
tata nama yang berbedabeda.
Di samping ini perlu pula diperhitungkan adanya sistem tata nama
internasional. Jadi, banyak istilah yang mudah dibuat di dalam suatu
kalangan tidak diketahui oleh kalangan itu.
Pengadaan buku pelajaran ilmiah dalam bentuk karya asli perlu
digalakkan. Potensi ke arah ini sudah kelihatan mulai berkembang.

Faktor-faktor penghambat tampaknya terletak, antara lain, di luar bidang ilmiah, misalnya
a. kreativitas di bidang lain adalah lebih produktif secara material; dan
b. uluran tangan dari pihak Pemerintah hingga saat ini belum mencapai
hasil yang diinginkan.
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang ilmu seperti ilmu
hukum banyak yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Oleh karena bahasa keilmuan itu harus bermakna tunggal, pemakaian
bahasa Indonesia harus diperbaiki dan dibakukan.
Penggunaan akronim hendaklah terbatas pada lingkungan kedinasan
yang bersangkutan saja.
Penggunaan akronim di luar lingkungan kedinasan yang bersangkutan,
misalnya, di dalam media massa hendaklah dihindari.
Apabila akronim digunakan di luar lingkungan kedinasan yang bersangkutan,
akronim itu hendaklah dilengkapi dengan bentuk penuhnya.
Dasar dan penamaan bilangan di dalam bahasa Indonesia perlu
ditinjau kembali.

Untuk kepentingan pengembangan bahasa Indonesia, terutama
dalam bidang peristilahan, bahasa asing yang diutamakan sebagai
bahasa sumber adalah bahasa Inggris.

6.2 Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang perlu dilaksanakan dalam hubungan dengan
kesimpulan umum di atas adalah sebagai berikut.
(1) Usaha pemodernan bahasa Indonesia hendaknya memperhatikan
tercapainya keselarasan dengan:
a) nilai-nilai yang telah memungkinkan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi modern;
b) nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan etnis.
(2) Pemerintah dan masyarakat ilmuwan perlu berusaha untuk segera
menyeragamkan peristilahan, baik dalam satu disiplin maupun
antardisiplin yang berdekatan dan agar istilah istilah internasional
digunakan di samping istilah-istilah bahasa Indonesia.
(3) Dalam semua jenjang pendidikan, khususnya sejak sekolah
lanjutan, perlu diusahakan keseimbangan antara pendidikan
bahasa, matematika, dan logika supaya pemikiran bangsa
Indonesia dapat mengimbangi kemajuan zaman.
(4) Supaya Pemerintah menumbuhkan satu badan khusus yang
mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan penerjemah.
(5) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya mendukung
usaha swasta di bidang penerjemahan yang telah nyata-nyata
menunjukkan kemampuan.
(6) Untuk penulisan karya asli dan saduran tidak perlu ditentukan
"target". Cukuplah kalau disusun daftar bidang-bidang yang perlu
digarap dan penulisannya ditawarkan kepada orang-orang yang
dianggap ahli. Penulis hendaknya dibebaskan dari tugas rutinnya
(sabbatical leave). Sehubungan dengan penulisan karya asli ini,
perlu diadakan latihan penulisan buku (texbook writing).
(7) Pengadaan pedoman khusus untuk pembentukan istilah-istilah dan
tata nama dalam masing masing bidang ilmu. hendaknya
dijabarkan dari pedoman umum pembentukan istilah yang telah
disepakati.
(8) Desimal hendaknya dinyatakan dengan titik (.) bukan koma (,)
sehingga 0,9 menjadi 0.9.
(9) Sebagai pengejawantahan Kongres Bahasa Indonesia Ketiga agar
pada awal Pelita III digalakkan penerjemahan besar-besaran.
(10) Agar dibentuk badan pertimbangan yang anggotanya terdiri dari
para ahli pelbagai bidang ilmu yang bekerja dalam 2 tahap, yaitu:
(a) memilih dan menyebarluaskan istilah dan (b) menampung
pendapat (tanggapan) masyarakat serta menetapkan istilah yang
akan dipakai.
(11) Penamaan bilangan besar Amerika yang sama dengan penamaan
bilangan besar dalam bahasa Prancis dan Rusia hendaklah
dijadikan dasar penamaan bilangan dalam bahasa Indonesia
(contoh: miliun, biliun, triliun, dan seterusnya).
(12) Bahasa Indonesia dianjurkan menggunakan sistem penamaan
bilangan antar sepuluh dan dua puluh yang digunakan di Indonesia
bagian timur, yang lebih mudah diterima oleh anak-anak, di
samping menggunakan sistem yang berlaku sekarang.
(13) Pengejaan mana bilangan hendaknya dilakukan dengan mengingat
fungsi aditif dan multiplikatif angka-angka yang terdapat dalam
tubuh lambang bilangan itu. Yang bersifat aditif ditulis terpisah,
sedangkan yang bersifat multiplikatif dirangkaikan (contoh: 23 =
dua puluh tiga).
(14) Penggunaan angka 2 untuk menyatakan kata ulang dan penggunaan
huruf x di dalam ejaan bahasa Indonesia (Ejaan yang Disempurnakan) sebaiknya ditinjau kembali.

Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top