KEPUTUSAN
KONGRES BAHASA INDONESIA KEDUA
Medan, 28 Oktober─2 November 1954

Dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama sudah diputuskan
bahwa diadakan Kongres Bahasa Indonesia Kedua, tetapi baru setelah
kemerdekaan gagasan itu dilaksanakan, yaitu di Medan, bertepatan
dengan hari Sumpah Pemuda. Kota Medan dipilih sebagai tempat
Kongres karena menurut Mr. Muh. Yamin, Menteri PPK pada waktu itu, di
kota itulah bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam
kalangan rumah tangga ataupun dalam masyarakat. Berlainan dengan
Kongres Bahasa Indonesia Pertama yang diselenggarakan atas
prakarsa pribadi-pribadi, Kongres Bahasa Indonesia Kedua ini
diselenggarakan oleh Pemerintah, yaitu Jawatan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Untuk
melaksanakan Kongres Bahasa Indonesia Kedua ini disusun Panitia
Penyelenggara sebagai berikut.

Ketua                    : Sudarsana
Wakil Ketua        : Dr. Slametmuljana
Panitera I             : Mangatas Nasution
Panitera II           : Drs. W.J.B.F. Tooy
Panitera III          : Nur St. Iskandar
Anggota               : Pudjowijatno
Anggota               : Amir Hamzah Nasution
Anggota               : La Side
Ditambah dengan Penasihat Panitia yang terdiri atas beberapa
cendekiawan. Di Medan disusun Panitia Penerima Kongres yang diketuai
oleh W. Simanjuntak, dengan pelindung Gubernur Sumatera Utara dan
Ketua Kehormatan Walikota Medan serta para penasihat yang terdiri
atas tokoh-tokoh kota Medan.

Seperti halnya Kongres Pertama, Kongres Bahasa Indonesia Kedua
itu merupakan peristiwa yang menyangkut bukan hanya para ahli bahasa
melainkan juga masyarakat luas. Bahkan, Presiden Soekarno, yang
pada waktu itu sebagai Presiden Republik Indonesia, membuka secara
resmi Kongres Bahasa Indonesia itu di Gedung Kesenian Medan pada
pukul 8 pagi. Istri Presiden pulalah yang membuka pameran buku (dalam
laporan resmi ia disebut P.J.M Ibu Karno Ny. Fatmawati).
Dalam Kongres itu kemudian dipilih pimpinan Kongres yang terdiri
atas Mr. Mahadi, Dr. A. Sofjan, dan Prof. Prijana.

Kongres itu merupakan peristiwa besar bagi masyarakat Medan.
Kegiatannya bukan hanya rapat-rapat, melainkan juga pameran bukubuku,
malam kesenian dari daerah Aceh dan Sumatra Utara. Yang resmi
tercatat sebagai peserta Kongres berjumlah 302 orang yang datang dari
pelbagai daerah Indonesia, juga dari tanah Semenanjung, dari Negeri
Belanda, dari Prancis, dan dari India.
Kongres dibagi atas beberapa seksi yang masing-masing membicarakan
topik tertentu sebagai berikut.

Seksi A
1. Tata Bahasa Indonesia Praeadvies Prof. Dr. Prijana
2. Dasar-dasar Ejaan Bahasa Praeadvies Prof. Dr. Prijana
Indonesia dengan Huruf Latin

Seksi B
1. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Mr. A.G.
Perundang-undangan dan Pringgodigdo
Administrasi
2. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Mr. Kuntjoro
Perundang-undangan dan Purbopranoto
Administrasi

Seksi C
1. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Dr. Pryohutomo
Kuliah dan Pengetahuan
2. Kamus Etimologis Indonesia Praeadvies Dr. Pryohutomo

Seksi D
1. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Inu Perbantarasi
Film (alm.)
2. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Modang Lubis
Pergaulan Sehari-hari
3. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Bahrum Rangkuti
Prosa dan Puisi

Seksi E
1. Fungsi Bahasa Indonesia Praeadvies Ketua PWI
dalam Pers (T. Sjahril)
2. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Adinegoro
Pers
3. Bahasa Indonesia dalam Praeadvies Kamarsjah
Penyiaran Radio

Beberapa keputusan yang menarik dapat disebutkan di sini.
keputusan yang dianggap sangat penting ialah saran agar dibentuk
badan yang kompeten yang bertugas untuk menyempurnakan bahasa
Indonesia. Hal yang bersangkutan dengan ejaan, Kongres mengusulkan
supaya diadakan pembaruan ejaan. Kongres juga memberikan perhatian
pada pemakai bahasa dalam undang-undang dan administrasi. Kongres
berpendapat bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan tidak mengalami kesulitan. Kongres juga menyarankan
supaya digiatkan pemakaian istilah ilmiah internasional dan penggalian
istilah dari bahasa daerah yang serumpun. Hal yang bersangkutan
dengan bahasa dalam film, Kongres menganjurkan supaya pembuatan
film memakai bahasa Indonesa yang baik, tetapi tidak boleh
mengadakan paksaan untuk mengadakan bahasa Indonesa yang sejenis
(uniform) karena dalam menciptakan sebuah film haruslah disesuaikan
bahasanya dengan cerita, yang berbeda-beda menurut suasana dan
daerah". Hal yang juga menarik adalah resolusi tentang bahasa Idonesia
dalam pers dan radio, yang menyatakan bahwa "Bahasa Indonesia di
dalam pers dan radio tak dapat dianggap sebagai bahasa yang tak
terpelihara dan rusak karena merupakan bahasa umum yang langsung
mengikuti pertumbuhan berbagai fungsi masyarakat". Di samping kertas
kerja, juga didengarkan prasaran dari para sarjana luar negeri tentang
bahasa Indonesia di luar negeri, antara lain dari Prop. Berg dan Dr.
Teeuw.

Sebagai tindak lanjut keputusan Kongres tersebut, Pemerintah
Republik Indonesia benar-benar menyusun panitia pembaharuan Ejaan
Bahasa Indonesia. Memang ada keputusan Kongres Bahasa Indonesia
yang lain, tetapi yang paling meninggalkan bekas tentulah soal ejaan
tersebut. Pendek kata, Kongers Kedua itu ada tindak lanjutnya.
Keputusan Resmi Kongres Bahasa Indonesa Kedua itu secara lengkap
dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

1. Keputusan Seksi A:

Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin.
Kongres Bahasa Indonesia yang berlangsung dari tanggal 28
Oktober s/d tgl. 2 November 1954 di Medan, setelah membaca,
menelaah dan membahas praeadvis yang dikemukakan oleh Prof. Dr.
Prijana, memutuskan hal-hal berikut.

(1) Mengusulkan kepada Pemerintah mengadakan suatu Badan
Kompeten yang diakui oleh Pemerintah untuk: (a) dalam jangka
pendek menyusun Tata Bahasa Indonesia yang normatif bagi SR,
SLP, SLA, dll.; (b) dalam jangka panjang menyusun suatu tata
bahasa deskriptif yang lengkap.
(2) Mengusulkan kepada Pemerintah agar anggota-anggota Badan
tersebut terdiri dari:
(a) seorang sarjana bahasa, sebagai ketua;
(b) seorang dari Pers sebagai anggota;
(c) seorang dari Radio sebagai anggota;
(d) beberapa orang ahli bahasa, sebagai anggota;
(e) beberapa orang sarjana bahasa, sebagai penasehat;
(f) dll. yang dianggap perlu.
(3) Memberi tugas kepada Badan tersebut untuk menyiapkan rencana
dalam jangka waktu yang ditentukan.
(4) Mengusulkan agar Badan tersebut dipimpin oleh seorang yang
cakap memimpin dan memang menunjukkan kegiatannya dalam perkembangan
bahasa Indonesia.
(5) Mengusulkan supaya badan tersebut selalu mengadakan koordinasi
dengan badan-badan yang ada sangkut-pautnya dengan bahasa.
(6) Mengusulkan agar Badan tersebut bekerja dengan sistim diachronis
dengan menentukan tanggal tertentu sebagai waktu titik permulaan
penyelidikannya.
(7) Mengusulkan agar Pemerintah berusaha supaya hasil Pekerjaan
Badan tersebut dijadikan suatu tata bahasa yang dilindungi dengan
undang-undang.
(8) Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu, dasar bahasa
Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan
pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia sekarang.
Kongres Bahasa Indonesia yang berlangsung dari tanggal 28
Oktober s.d. tanggal 2 November 1954 di Medan, setelah membaca, menelaah,
dan membahas praeadvis yang dikemukakan oleh Sdr. Prijatna,
memutuskan hal-hal berikut.
a. Menyetujui sedapat-dapatnya menggambarkan 1 fonem dengan 1
tanda (huruf).
b. Menyetujui menyerahkan penyelidikan dan penetapan dasar2 ejaan
selanjutnya kepada suatu badan kompeten yang diakui oleh
Pemerintah.
c. Mengusulkan agar Badan tersebut berusaha menyusun:
1) suatu aturan ejaan yang praktis untuk keperluan sehari-hari
dengan sedapat mungkin mengingat pertimbangan ilmu;
2) suatu "logat Bahasa Indonesia" yang halus, berdasarkan
penyelidikan yang saksama dengan mempergunakan alat-alat
modern.
d. Menyetujui agar ejaan untuk kata-kata asing yang terpakai dalam
bahasa Indonesia ditetapkan sesungguh penyusunan ejaan bahasa
Indonesia asli terlaksana, dengan pengertian bahwa untuk kata-kata
Arab diadakan kerja sama dengan Kementerian Agama.
e. Mengusulkan ejaan itu ditetapkan dengan undang-undang.

2. Keputusan Seksi B:
Bahasa di dalam Perundang-ndangan dan Administrasi

Seksi B dalam Kongres Bahasa Indonesia, yang dilangsungkan di
Medan sejak tanggal 28 Oktober 1954 s.d. tanggal 2 November 1954,
setelah membaca praeadvis Saudara Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dan
setelah membaca serta mempertimbangkan praeadvis Saudara Mr.
Koentjoro Poerbopranoto, mengambil kesimpulan- kesimpulan seperti
teriring di bawah ini:
(1) Supaya Pemerintah segera membentuk Panitia Negara, seperti yang
dimaksudkan dalam Pasal 145 UUDS, dengan ketentuan bahwa di
samping tugas yang dimaksud dalam pasal tersebut, supaya kepada
Panitia dibebankan juga kewajiban sebagai berikut.
(a) Mengadakan pembetulan/penyempurnaan, yang dipandang
perlu dalam bahasa Indonesia di dalam Undang-undang.
Undang-Undang Darurat, Peraturan-Peraturan Pemerintah dan
Peraturan-Peraturan Negara yang lain, misalnya:
i) Kata "kebutuhan", sebab kata ini adalah kata cabul dalam
bahasa daerah;
Umumnya, kata-kata cabul dari bahasa daerah janganlah
dipergunakan.
ii) Kata retributie (lihat Pasal 2 LN 1953 No. 4); demikian juga
seperti kata-kata rel, ondernemeng dalam TLN No. 353,
diimporteer, paberikasi rokok, di dalam TLN No. 350,
legaliseer, aparatur, TLN 351, inrichting van het onderwijs
TLN 351; umumnya kata-kata asing yang mudah mendapat
penggantiannya jangan dipergunakan.
(b) Memeriksa bahasa rancangan Undang-Undang Darurat, dan
Peraturan-Peraturan Negara yang lain, sebelum ditetapkan.
(c) Menjaga supaya istilah- istilah hukum bersifat tetap, terang, dan
jangan berubah sebelum mendapat persetujuan Panitia tersebut.
(2) Di dalam Panitia tersebut di Sub I didudukkan sebagai anggota
selain daripada ahli-ahli hukum dan bahasa, juga ahli-ahli adat, ahliahli
agama dan ahli-ahli hukum agama.
(3) Di dalam Seksi Hukum dari Komisi Istilah hendaklah juga
didudukkan ahli-ahli hukum agama sebagai anggota.
(4) Untuk mencapai keseragaman istilah hukum yang dipakai dalam
dunia ilmu hukum pada perguruan tinggi dan para sarjana hukum
pada waktu-waktu yang tertentu mengadakan pertemuan.
(5) Supaya pihak Pemerintah tetap memakai istilah yang sama untuk
"satu pengertian hukum, misalnya: "atas kuasa Undang-Undang",
(Undang-Undang Dasar Pasal 101 ayat 1) kontra "berdasarkan"
dalam LN 1953 no. 4.
(6) Supaya sesuatu istilah senantiasa ditulis dalam bentuk yang sama,
misalnya: "diubah", "dirubah", "dirobah", (LN 1954 No. 39). LN 1953
No. 4 Pasal 1). "Dewan Pemerintah Harian", (TLN 353) kontra
"Dewan Pemerintah Daerah", (UURI 1948 no. 22).
(7) Menyetujui seluruhnya kesimpulan-kesimpulan dari no. 1 s/d 6, yang
diperbuat oleh Saudara Mr. Koentjoro Poerbopranoto pada akhir
praeadvisnya, yang berbunyi sebagai berikut.

(a) Bahasa-hukum Indonesia adalah bahagian dari bahasa umum
Indonesia yang meliputi lapangan hukum dalam masyarakat
Indonesia dan pemeliharaan hukum serta penyelenggaraan
pengadilan oleh instansi-instansi yang diakui oleh undangundang.
Instansi-instansi itu adalah instansi-instansi resmi pengadilan,
pun pula badan-badan atau petugas-petugas yang
menurut adat dan agama diserahi penyelenggaraan hukum adat,
dan hukum agama, termasuk Pengadilan Swapradja (di mana
masih ada).

(b) Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan dan administrasi
adalah bahagian bahasa-hukum Indonesia tertulis, yang dipergunakan
dalam perundang-undangan dan administrasi, yaitu
oleh instansi-instansi resmi yang diserahi dengan
penyelenggaraan administrasi dan pembuatan peraturan
perundang-undangan, termasuk pengitaban hukum (codificatie)
dan pencatatan hukum (rechtsregistratie).

(c) Persoalan-persoalan mengenai bahasa Indonesia pada
umumnya pula terhadap dan pengaruh pada bahasa hukum
(termasuk pula bahasa perundang-undangan dan bahasa
administrasi) kita.

(d) Dalam mencari, menggali, menghimpun, dan membentuk istilah
hukum Indonesia seyogyanya dipakai dasar:
(1) bahan-bahan dari bahasa daerah yang meliputi seluruh
daerah Hukum Indonesia;
(2) kata-kata istilah dari bahasa asing yang menurut sejarah dan
pemakaiannya sudah memperoleh kedudukan yang kuat
dalam masyarakat Indonesia;
(3) kata-kata istilah bentukan baru yang menurut perhitungan
baik berdasarkan isinya maupun pengucapannya dapat
diterima dan dipahami oleh masyarakat umum.
e. Dalam lapangan administrasi sangat besar gunanya kesamaan
bentuk atau keseragaman guna melancarkan penyelesaian
surat-menyurat dan memudahkan pemecahan soal yang
dihadapi. Berhubung dengan itu lazimlah dipakai dalam
administrasi cara penyelesaian soal yang disebut "afdoening
volgens antecedent/ precedent".
f. Adalah satu keuntungan besar dalam sejarah kebudayaan
bangsa kita bahwa sebagai salah satu hasil revolusi bangsa
Indonesia telah dapat ditetapkan satu bahasa kesatuan dan
bahasa resmi, yaitu bahasa Indonesia.

3. Keputusan Seksi C:
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa ilmiah dan Kamus Etimologi Indonesia

Seksi C Kongres Bahasa Indonesia 1954, setelah dalam sidangsidangnya
memperbincangkan praeadvis Prof. Dr. Prijohutomo tentang
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmiah dan Kamus Etimologi
Indonesia, mengambil keputusan/kesimpulan untuk disarankan kepada
sidang Pleno Kongres yang dapat dirumuskan demikian ini.

(1) Mengenai Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah Kongres berpendapat:
(a) Bahasa Indonesia dalam pertumbuhan dan perkembangannya
ke arah kesempurnaan pada dewasa ini, tidaklah mengalami
banyak kesukaran dalam pemakaiannya sebagai bahasa ilmiah.
(b) Maka untuk lebih menyempurnakan bahasa Indonesia menjadi
bahasa ilmiah dan kebudayaan di dalam arti seluas-luasnya dan
sedalam-dalamnya, perlu diciptakan iklim dan suasana sedemikian
rupa sehingga bahasa tersebut dapat berkembang secara
mulkus sempurna.
(c) Iklim dan suasana tersebut hanya mungkin ada jika ditetapkan
dengan tegas politik bahasa sebagai tindakan organik terhadap
Pasal 4 UUDS yang berbunyi, "Bahasa Resmi Negara Republik
Indonesia ialah Bahasa Indonesia". Di dalam politik itu sekurangkurangnya
haruslah ditetapkan usaha-usaha yang nyata di
dalam rangka pembangunan nasional antara lain sebagai
berikut.
(i) Pendirian Djawatan Penterjemah Negara yang kompeten,
dengan diberi perlengkapan personalia, peralatan, dan
keuangan yang cukup.
(ii) Sikap terhadap kedudukan bahasa daerah, sebagai sumber
kebudayaan dan kekayaan bahasa nasional.
(iii) Sikap tegas terhadap bahasa asing, misalnya peninjauan
kembali pengajaran bahasa Inggris di sekolah lanjutan yang
sekarang dilakukan dengan secara meluas dan merata,
dengan kemungkinan menggantinya dengan sekolahsekolah
bahasa asing (Foreign Linguistic Schools) untuk kepentingan
negara dalam hubungan Internasional.
(iv) Adanya mimbar kuliah bahasa Indonesia, bahasa-bahasa
daerah, antara lain Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Bali,
Bugis, Minangkabau, bahasa-bahasa daerah Tapanuli,
Aceh, dll.
(v) Adanya mimbar kuliah bahasa asing terutama bahasabahasa
tetangga, misalnya bahasa Arab, Sanskerta, Urdu,
Tionghoa, dll.
(vi) Huruf Arab yang biasa disebut huruf Melayu supaya tetap
diajarkan di sekolah-sekolah di daerah yang memakainya.
(2) Mengenai ikhtiar untuk memperlengkap kata-kata yang diperlukan di
dalam dunia ilmu pengetahuan dan kebudayaan, maka Kongres
Bahasa Indonesia menganjurkan hal-hal beikut.
(a) Istilah-istilah yang telah biasa dipakai saat ini diakui.
(b) Istilah yang telah disiarkan oleh Komisi Istilah supaya disaring
dengan jalan berpegang kepada pengertian keseluruhannya,
dan tidak hanya merupakan penerjemahan kata-kata bahagiannya.
(c) Semua istilah internasional dalam lapangan ilmiah dan
kebudayaan diterima dengan ketentuan diselaraskan dengan
lisan Indonesia, apabila perlu dan tidak merusak pengertiannya.
(d) Untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
hendaklah terutama diambil kata-kata dari bahasa daerah dan
bahasa yang serumpun.

(3) Anjuran-Anjuran
(a) Menganjurkan supaya para sarjana Indonesia mengadakan
pertemuan-pertemuan keahlian untuk membahas ilmu
pengetahuan dalam lapangannya dengan memakai bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar.
(b) Menganjurkan kepada para sarjana untuk mengarang buku
tentang keahliannya dalam bahasa Indonesia.
(c) Menganjurkan kepada pemerintah untuk meberikan penghargaan
dan honorarium yang cukup menarik untuk setiap
karangan dan hasil keahlian dan kesusasteraan yang diterima.
(4) Mengadakan perpustakaan untuk semua sekolah dan masyarakat
yang cukup lengkap.
Mengenai praeadvis tentang Kamus Etimologis Indonesia, Kongres
berpendapat supaya Pemerintah segera mendirikan sebuah Lembaga
untuk menyusun Kamus Etimologis Indonesia.
Selanjutnya Panitia Perumus mengambil keputusan untuk mengusulkan
supaya mengumumkan kepada masyarakat:
a. Pidato pembangkang utama Sdr. Hamka.
b. Pidato Herman Busser.
c. Pidato Prof. Dr. A.A. Fokker.

4. Keputusan Seksi D1:

Bahasa Indonesia dalam Pergaulan Seharihari
(1) Di dalam pergaulan sehari-hari, yaitu di dalam perhubungan antara
manusia yang bersifat bebas di lapangan hidup yang bebas
hendaklah senantiasa diusahakan dan diutamakan pemakaian
Bahasa Indonesia sebanyak-banyaknya di dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
(2) Untuk mencapai tujuan ini, haruslah ada usaha pengembangan
Bahasa Indonesia yang dilakukan dengan insyaf dan menurut
rencana yang teratur, berdasarkan kesadaran dan keyakinan
berbahasa satu, disertai usaha penyempurnaan bahasa Indonesia
yang harus dicantumkan sebagai acara penting dalam rangka
pembangunan nasional.
(3) Politik bahasa yang tegas yang mampu menyuburkan rasa cinta
kepada bahasa Indonesia dan yang sanggup melenyapkan rasa
kurang harga diri, terhadap bahasa asing, hendaklah mengatur
kedudukan Bahasa Indonesia dan hubungan bahasa ini dengan
bahasa-bahasa daerah, baik di sekolah, sejak dari sekolah rendah
sampai ke perguruan tinggi ataupun di dalam masyarakat.
(4) Sebagai dasar politik bahasa itu hendaklah ditetapkan:
(a) Sesuai dengan UUDS RI bahasa resmi Negara Indonesia ialah
bahasa Indonesia.
(b) Pengembangan bahasa Indonesia tidak boleh bermaksud menahan
perkembangan bahasa-bahasa daerah dan pengembangan
bahasa-bahasa daerah tidak boleh pula bermaksud
menolak bahasa Indonesia.
(5) Guna memudahkan dan melancarkan perkembangan bahasa
Indonesia menjadi bahasa pergaulan sehari-hari bagi seluruh
bangsa Indonesia sebagai bahasa-ibunya, haruslah ada bimbingan
yang nyata pada pertumbuhan dan pembinaan bahasa Indonesia itu.
(6) Oleh karena itu, seksi menganjurkan supaya dibentuk suatu
Lembaga Bahasa Indonesia yang antara lain dapat diberi tugas
sebagai berikut.
(a) Mengadakan usaha-usaha pemakaian bahasa Indonesia yang
meluas dan mendalam di segala lapangan hidup dan untuk
segala lapisan masyarakat.
(b) Mengadakan usaha mempertinggi nilai dan mutu bahasa
Indonesia dengan memberikan bimbingan yang tegas dalam
penggunaan bahasa Indonesia.
(c) Dalam waktu sesingkat-singkatnya menyusun suatu tata bahasa
Indonesia yang bersahaja dan normatis, terutama untuk dipakai
di sekolah-sekolah.
(d) Mengusahakan kesempurnaan ejaan bahasa Indonesia.
(e) Mengusahakan adanya penghargaan yang sewajarnya dari
dunia luar.
(7) Sekolah-sekolah rakyat yang merupakan persemaian benih-benih
bahasa pergaulan sehari-hari dalam bentuk yang semurni-murninya
di samping usaha pemberantasan buta huruf yang dijalankan dengan
mempergunakan semacam basik Indonesia, dan radio, film
serta persurat-kabaran haruslah dengan insyaf membantu sekuatkuatnya
perkembangan dan pembinaan bahasa Indonesia itu.
Untuk menjamin pemakaian bahasa Indonesia yang baik di
lapangan tersebut di atas, mestilah ada penelitian dan pengawasan yang
saksama oleh Lembaga Bahasa Indonesia dan Pemerintah.

5. Keputusan Seksi D2:
Bahasa Indonesia dalam Prosa dan Puisi

Seksi D Kongres Bahasa Indonesia 1954, dengan menyesalkan
tidak diundangnya para sastrawan Indonesia, setelah dalam sidangnya
memperbincangkan praeadvis Bahrum Rangkuti tentang "Bahasa Indonesia
dalam Prosa dan Puisi", mengambil keputusan-keputusan yang
dapat dirumuskan sbb.
(1) Beda bahasa Indonesia dari bahasa Melayu nyata sekali dalam
prosa dan puisinya, jadi dalam kesusasteraannya. Dapatlah
dikatakan bahwa bahasa Indonesia dalam kesusasteraannya lebih
banyak variasinya dari bahasa Melayu dalam seni prosa dan
puisinya. Meskipun begitu masih banyak jenis kesusasteraan Melayu
klasik yang patut menjadi perhatian, bahkan mungkin menjadi
perangsang bagi perkembangan kesusasteraan bahasa Indonesia.
(2) Perlu diadakan Balai Penerjemahan Sastra yang bertugas mengusahakan
terjemahan hasil-hasil sastra dunia dan sastra daerah
Indonesia.
(3) Perlu dilakukan penyelidikan yang luas dan mendalam tentang kesusasteraan
bahasa-bahasa Indonesia dan hasil kesusasteraan
bahasa-bahasa tetangga (India, Farsi, Arab, dsb.) yang zat-zatnya
ada mengesahkan pengaruh pada sastra Melayu klasik ataupun
Indonesia modern.
(4) Perlu diterbitkan naskah kepustakaan Melayu klasik di samping
hasil-hasil kesusasteraan Indonesia modern. Demikian juga berbagai
pendapat para sarjana dan sastrawan mengenai hasil kesusasteraan
Melayu klasik dan bahasa Indonesia yang tersebar di berbagai
majalah, naskah dan buku.
(5) Perlu diusahakan buku-buku yang menguraikan stilistik bahasa
Indonesia dengan memperhatikan sifat dan luasan kesusasteraan
Indonesia dan penyelidikan yang luas tentang logat bahasa Melayu
di berbagai daerah Nusantara (termasuk tanah Melayu) untuk
mengetahui inti hakikat proporsi bahasa Indonesia.
(6) Perlu diwujudkan perpustakaan kesusasteraan yang lengkap di
sekolah, baik rendah, lanjutan maupun seterusnya.
(7) Perlu ada usaha menggiatkan tunas muda kesusasteraan
Indonesia, antaranya sekolah sandiwara, deklamasi, dsb.

6. Keputusan Seksi D3:

Bahasa Indonesia dalam Film
(1) Yang dimaksud dengan bahasa film ialah salah satu alat
pengutaraan pikiran, perasaan, kehendak dll.
Yang dimaksud dengan bahasa dalam film ialah salah satu unsur
bahasa film di samping gambaran dan bunyi-bunyian lain.
Bahasa dalam film dapat terdiri dari percakapan, komentar,
penceritaan, dll.
(2) Film diakui sebagai salah satu alat penting untuk menyebarkan dan
mengembangkan bahasa Indonesia serta membuat bahasa
Indonesia populer di kalangan segala lapisan masyarakat di seluruh
tanah air.
(3) Film dapat membantu proses pertumbuhan bahasa Indonesia umum
a.l. dengan menerjemahkan bahasa-bahasa daerah, baik dalam
idiomnya, istilahnya, cara pengucapannya, dll. ke dalam bahasa
Indonesia.
(4) Tidaklah sewajarnya diadakan suatu paksaan untuk mendapatkan
bahasa Indonesia yang sejenis (uniform) untuk film karena dalam
menciptakan sebuah film haruslah disesuaikan bahasanya dengan
ragam cerita, yang berbeda-beda menurut suasana dan daerah juga
karena paksaan semacam itu bertentangan dengan dasar
penciptaan seni secara bebas.
(5) Menganjurkan kepada pembuat-pembuat film untuk memakai
bahasa Indonesia yang baik, yang dapat dipertanggungjawabkan
sebagai suatu hasil penciptaan seni yang sempurna.
(6) Karena fungsinya yang penting itu, sewajarnyalah persoalan film
lebih banyak mendapat perhatian dari Pemerintah, terutama dari
Kem PP dan K dengan cara menjalankan politik film yang lebih aktif.
(7) Supaya teks terjemahan film luar negeri diperhatikan oleh Panitia
Sensor Film.
(8) Untuk menjaga pemakaian bahasa Indonesia yang baik dalam film
supaya bahasa dalam film itu melalui Panitia Sensor Film Indonesia.

7. Keputusan Seksi E:

Fungsi di dalam Pers, Bahasa Indonesia dalam Pers dan Bahasa Indonesia dalam Penyiaran Radio
Seksi E dari Kongres Bahasa Indonesia yang bersidang pada
tanggal 30 dan 31 Oktober 1954 bertempat di Balai Wartawan dan Balai
Polisi di Medan, setelah menerima baik praeadvis 2 tentang Fungsi
Bahasa di dalam Pers, Bahasa Indonesia dalam Pers dan Bahasa
Indonesia dalam Penyiaran Radio, dengan suara bulat telah
memutuskan untuk menganjurkan kepada sidang Kongres supaya
mengambil resolusi tentang bahasa Indonesia dalam pers dan radio,
sebagai berikut.
Resolusi tentang
Bahasa Indonesia dalam Pers dan Radio
Memperhatikan:
Tujuan Kongres yang dimaksudkan meninjau kedudukan dan
kegunaan bahasa Indonesia dalam segenap lapangan hidup, baik
sebagai bahasa pergaulan maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan,
agar menjadi pegangan bagi penyelidikan selanjutnya di negeri kita dan
akan berharga pula bagi penyelidikan bahasa di negara-negara
tetangga.
Mengingat:
(1) Pers dan radio bertugas melaksanakan alat hubungan semesta
(mass-communication),
(2) Bahasa itu merupakan alat daripada pers dan radio
(3) Alat dari pers dan radio Indonesia adalah bahasa Indonesia
(4) Tata bahasa pada hakikatnya melukiskan pertumbuhan bahasa di
dalam masyarakat (deskriptif) dengan teliti.
Menimbang:
(1) Pers dan radio wajib dan berhak melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya,
(2) Bahasa sebagai alat pers dan radio harus dibuat seefektif-efektifnya
atau dijadikan sebaik-baiknya,
(3) Kebaikan bahasa sebagai alat pers dan radio terletak pada sifat
mudah dan jelas,
(4) Sifat mudah dan jelas itu terjadi jika mengikuti pertumbuhan bahasa
dengan timbulnya kata-kata, langgam-langgam, gaya dan ungkapanungkapan
baru di dalam masyarakat.
Menyatakan pendapat sebagai berikut.
(1) Bahasa Indonesia di dalam pers dan radio tak dapat dianggap
sebagai bahasa yang tak terpelihara dan rusak,
(2) Bahasa Indonesia di dalam pers dan radio adalah bahasa
masyarakat umum yang langsung mengikuti pertumbuhan sebagai
fungsi masyarakat,
(3) Pers dan radio hendaknya sedapat mungkin berusaha memperhatikan
tatabahasa yang resmi,
(4) Menganggap perlu supaya dianjurkan adanya kerja sama yang lebih
erat antara pers dan radio dengan Balai-Balai Bahasa.
Medan, 1 November 1954
1. Mr. Mahadi
2. Dr. A. Sofjan
3. Prof. Prijana

Catatan
Latar belakang Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Solo itu termuat
dalam buku Sumanag, sebuah biografi oleh Soebagijo I.N. Prasaran
tokoh-tokoh bahasa dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama dimuat
dalam Hasil Kongres Bahasa Indonesia Pertama dan Kongres Bahasa
Indonesia Kedua yang diterbitkan oleh Lembaga Linguistik Fakultas
Sastra Universitas Indonesia (1978).
Segala sesuatu tentang Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan dapat diketahui dengan membaca majalah Medan Bahasa Jilid IV
(1954), majalah Pembina Bahasa Indonesia Jilid VII (1955), buku
Kongres Bahasa Indonesia di Medan peristiwa yang tiada bandingannya
terbitan Djambatan (1955), dan buku Kongres Bahasa di Kota Medan 28
Oktober─2 November 1954 terbitan Panitia Penyelenggara Kongres,
Djawatan Kebudayaan Kementerian PPK (1955).

Sumber: Badan Bahasa

Demikian artikel info tentang : , semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar

 
Top